"BICARA bos belakangan menjurus kontraproduktif!" ujar Umar. "Dari memberi setiap TKI handphone agar kalau dianiaya majikan bisa cepat lapor, menegaskan kasus Gayus tetap ditangani polisi saat kuat desakan publik agar diambil alih KPK, hingga tentang kekuasaan monarki di Yogya padahal sejak awal kemerdekaan sudah diintegrasikan dalam sistem negara Republik Indonesia dengan status Daerah Istimewa!"
"Bos yang kontraproduktif terus-terusan bisa menjadi rezim autis, asyik dengan pikiran dan khayalan sendiri, tak nyambung dengan realitas, melawan arus common sense—akal sehat publik, bahkan bisa lebih parah, terlepas dari konteks sejarah!" sambut Amir. "Seperti penyandang autis, kecerdasannya bisa di atas rata-rata tapi sering over-reaktif dan hiperaktif!"
"Tingkah over-reaktif jelas pada kasus TKI dan Gayus itu! Jika setiap orang dari lima juta TKI diberi satu handphone seharga Rp1 juta, perlu Rp5 triliun, lebih besar dari dana Jamkesmas untuk 22 juta warga miskin Rp4,3 triliun per tahun!" timpal Umar. "Sedang hiperaktif bertingkah nyeleneh, seperti menyebut seolah ada monarki di Yogya!"
"Pokoknya dengan langkah demi langkah yang terus kontraproduktif, rezim autis bisa membawa bangsanya tersesat dalam keruwetan serba tak masuk akal, kalut karena semakin jauh dari solusi yang dibutuhkan untuk keluar dari keterpurukan berkepanjangan!" tegas Amir. "Kondisi kalut itu mendorong kelompok warga atau masyarakat mencari alternatif jalan keluar sendiri dengan belajar dari pengalaman warga bangsa yang pernah berhasil keluar dari krisis yang mereka alami!"
"Mungkin itu bisa berarti, jika status Daerah Istimewa Yogyakarta yang diperoleh berdasar sejarah diingkari pusat, sedang Aceh dan Papua belakangan mendapat status daerah istimewa berlatar konflik bersenjata, untuk mengembalikan status daerahnya istimewa tak mustahil rakyat Yogyakarta meniru cara daerah lain mendapatkannya!" tebak Umar.
"Maka itu, 'terlepas dari konteks sejarah' itu stadium parah rezim autis yang terlalu asyik dengan pikiran dan khayalan sendiri, karena bisa menimbulkan risiko berbahaya bagi bangsanya!" tegas Amir. "Di lain pihak, sulit menyadarkan rezim autis untuk menghentikan langkah-langkah kontraproduktifnya meski menyulut konflik, karena rezim menjadi autis justru oleh pikiran dan khayalan tentang kekuasaannya yang amat kuat, tak satu pun kekuatan lain mampu menggoyahnya! Ia justru keranjingan mempermainkan subordinat-subordinat pendukung kekuasaannya guna unjuk kekuasaan membuktikan, dia apakan pun subordinat yang mabuk kekuasaan tak bisa berkutik!" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Selasa, 30 November 2010
Kontraproduktif, Jadi Rezim Autis!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar