Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Menyesuaikan Diri di Lokasi Bencana!

"MAHASISWA muslim di Gifu University, Jepang, membangun masjid swadaya dekat kampusnya! Pemerintah lokal (Perfecture) bukan menyodorkan SKB menteri syarat membangun rumah ibadah, tapi syarat untuk mendirikan bangunan publik!" ujar Umar. "Itu, berupa anyaman tulang beton fondasi dan pilar dengan besi sebesar jempol kaki yang sangat padat, standar tahan gempa 10 SR!"

"Sadar bencana warga Jepang tersistem secara implementatif dalam masyarakat! Menyesuaikan diri hidup di lokasi bencana, Jepang rawan gempa seperti Indonesia!" sambut Amir. "Selain fondasi dan rangka kokoh, ada yang membangun rumah dengan gliding—

rumahnya bergerak saat gempa tapi tidak rusak! Sekat antarruang dalam rumah berbahan amat ringan, kertas! Jika gempa tak membahayakan penghuninya!"

"Orang Jepang memang tinggi sadar bencananya, tsunami dan minamata—pencemaran lingkungan mematikan—istilah formal yang dipakai dunia, dari bahasa Jepang!" timpal

Umar. "Sebaliknya kita, prioritasnya membuat UU penanggulangan bencana, isinya justru prosedur birokratis yang bisa memperlambat proses bantuan! Sedang penyesuaian diri hidup di lokasi bencana—di batas tiga lempeng bumi yang saling mendesak 7 cm per tahun dan dalam cincin gunung api—dalam tahap wacana saja pun belum komprehensif!"

"Bahkan sadar bencana elite bangsa kita buruk!" tegas Amir. "Selain anggota DPR, juga Gubernur Sumatera Barat dan Bupati Boyolali meninggalkan rakyatnya dirajam bencana tsunami Mentawai dan letusan Merapi yang terdahsyat 100 tahun terakhir—melewati batas daya rekam seismograf!"

"Untuk membangun kesadaran menyesuaikan diri hidup di lokasi bencana, berarti kita harus mulai dari wacana belum komprehensif!" timpal Umar. "Wacana itu muncul di Lampung pascagempa Liwa 1994! Tapi dengan elite nasional sedemikian, wacana itu tak berkembang! Tak salah wacana itu digulirkan lagi dari Lampung! Kalangan intelektual Unila bersama Anshori Djausal (mantan presiden International Ferrocement Society—

IFS) sebagai inventor bahan bangunan antisipasi gempa, mungkin bisa mendesain komprehensif rancangan menyesuaikan diri di lokasi bencana, dari mindset sadar bencana sampai implementasinya!"

"Usaha itu punya momentum, kebetulan staf ahli presiden bidang bencana alam anak Lampung, Andi Arief!" tegas Amir. "Dari penyiapan desain, kampanye ke elite nasional dan akar rumput, sampai dorongan implementasinya, bisa diproses lewat semangat demimu Lampungku, untukmu Indonesiaku! Kenapa tidak?" ***






0 komentar: