"ARTI demokrasi itu pemerintahan oleh rakyat! Berarti, rakyat sebagai penentu hal-hal penting dalam kehidupan bernegara-bangsa!" ujar Umar. "Namun, dalam sistem demokrasi perwakilan, rakyat mendelegasikan sebagian kewenangannya itu kepada orang yang dipilih untuk mewakili kepentingan mereka (legislatif) atau menjalankan hak-haknya mengelola negara (eksekutif). Disebut sebagian karena kalau ada masalah yang sangat penting untuk mengatasi kebuntuan legislatif dan eksekutif, hak dan kewenangan rakyat senantiasa tersisa untuk melakukan referendum!"
"Di zaman Presiden B.J. Habibie, warga negara Indonesia yang tinggal di Provinsi Timor Timur melakukan referendum, hasilnya kelompok yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia memenangkan referendum!" timpal Amir. "Tak ada satu pihak pun di negeri ini, bahkan di muka bumi ini, yang berhak atau bisa menghalangi keputusan rakyat Timor Timur itu! Tapi itulah contoh demokrasi, rakyat yang menentukan saat ada masalah amat penting!"
"Terpenting dicatat, referendum yang dilakukan sebagai praktek sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan justru sebagai jalan keluar ketika wakil-wakil rakyat dan pemimpin hasil pilihan (wakil) rakyat mentok di jalan buntu!" tegas Umar.
"Buntu, salah satu gejalanya saat tiada lagi hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan karena para pemimpin yang dipilih rakyat tak mampu lagi mengagregasikan lalu mengartikulasikan—apalagi mengaktualisasikan—kepentingan rakyat karena mabuk kekuasaan, sehingga selalu lebih mengutamakan dan mendahulukan kepentingan pribadi, keluarga, dan golongan politiknya semata!"
"Jadi, dalam memperingati 67 tahun Pancasila, para wakil rakyat dan pemimpin pilihan rakyat amat tepat jika introspeksi apakah kiprahnya di panggung politik telah sesuai pakem kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan atau belum, atau malah menyimpang dan mengkhianati amanah rakyat yang diwakili/direpresentasikan kekuasaannya!" timpal Amir. "Masalahnya, kalau penyimpangan dan pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat yang diwakili/direpresentasikan kekuasaannya berlanjut, sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia akan makin jauh dari harapan—meski ketakadilan sosial itu pendorong penting dalam sejarah referendum di Indonesia—Karena, untuk apa diwakilkan kalau hanya untuk dikhianati!" ***
"Jadi, dalam memperingati 67 tahun Pancasila, para wakil rakyat dan pemimpin pilihan rakyat amat tepat jika introspeksi apakah kiprahnya di panggung politik telah sesuai pakem kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan atau belum, atau malah menyimpang dan mengkhianati amanah rakyat yang diwakili/direpresentasikan kekuasaannya!" timpal Amir. "Masalahnya, kalau penyimpangan dan pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat yang diwakili/direpresentasikan kekuasaannya berlanjut, sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia akan makin jauh dari harapan—meski ketakadilan sosial itu pendorong penting dalam sejarah referendum di Indonesia—Karena, untuk apa diwakilkan kalau hanya untuk dikhianati!" ***
0 komentar:
Posting Komentar