Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

67 Tahun Pancasila! (5-Habis)

"KEADILAN Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia selalu jauh dari jangkauan akibat sikap-tindak para pemimpin bangsa dari pusat sampai daerah tak kunjung berubah, mengulang terus perbuatan dengan harapan membuahkan hasil berbeda!" ujar Umar. "Contohnya memfokuskan segala daya menumbuhkan ekonomi, meski arti pertumbuhan itu hanya bisa dinikmati oleh yang memiliki akses untuk memetiknya! Justru akses itu yang tak dimiliki oleh mereka yang ditelantarkan sistem!" "Pertumbuhan bisa dinikmati relatif lebih merata seperti nikmat hujan hanya terjadi di negara yang sistemnya telah merajut distribusi pajak dari hasil pertumbuhan ekonomi itu lewat pelayanan publik yang solid!" timpal Amir. "Lain di sini, sejak proses pengumpulan pajaknya lebih dulu digarong 'beraneka Gayus' bekerja sama dengan pengusaha mitranya! Lalu sisa dananya, dengan contoh kasus pengelolaan APBD seantero negeri, lebih dulu 70% disisihkan untuk belanja pejabat dan aparatur! Lagi-lagi sisanya 30% yang seolah dikhususkan untuk belanja publik, dikorupsi lagi semaksimal bisa dilakukan! Menurut temuan Bank Dunia, setidaknya dikorupsi 30%!"

"Semua itulah yang diulang-ulang terus dengan harapan bisa memberikan hasil yang berbeda—keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai buah dari korupsi!" tegas Umar. "Harapan yang sama sekali tak masuk akal!" "Dalam sistem kapitalis ortodoks (andalan utama untuk survive dan dapat laba dari nilai tambah hasil memeras keringat buruh, selanjutnya nilai tambah itu pula yang jadi angka pertumbuhan ekonomi) seperti di Indonesia, pertumbuhan ekonomi bukan nikmat! Tapi sumber penderitaan buruh karena keringatnya diperas jadi power of growth!" tukas Amir. "Itulah pertumbuhan yang dipuja-puji para pemimpin Indonesia, yang secara nyata juga artinya hanya bisa dinikmati para majikan, kaum kapitalis!" 

"Karena itu, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sikap-tindak dan cara berpikir para pemimpin ini harus berubah! Sebab, hasil yang berbeda hanya bisa didapatkan dengan cara yang berbeda pula!" tegas Umar. "Tapi apakah bisa suatu rezim (para pemimpin) mengubah sikap-tindak dan cara berpikirnya? Menurut konsep demokrasi, tidak mungkin! Maka itu diperlukan penggantian rezim secara berkala lewat pemilu! Sayangnya, selain sistem dan penyelenggara pemilu bisa tak fair, pemenangnya sering bagian dari rezim yang digantikan, atau malah penerus sikap-tindak dan cara berpikirnya! Keadilan sosial pun kembali cuma retorika!" ***

0 komentar: