"POSISI Indonesia terus memburuk secara drastis pada indeks negara gagal (failed state index) dari peringkat 87 pada 2009 ke peringkat 63 pada 2012, atau merosot 24 tingkat dalam tiga tahun!" ujar Umar. "Dalam indeks ini semakin kecil angka peringkatnya makin buruk. Peringkat terakhir itu diumumkan, Senin (18-6), di Washington DC, AS, oleh lembaga riset nirlaba The Fund for Peace dan majalah Foreign Policy yang meneliti di 178 negara!"
"Peringkat 63 itu masuk kelompok berbahaya (in danger), apalagi dengan laju kemerosotan setajam itu!" timpal Amir. "Peringkat satu indeks negara gagal (ING) ditempati Somalia. Disusul posisi dua Republik Demokrasi Kongo! Tempat terjauh dari ancaman gagal, peringkat 178, diduduki Finlandia!"
"Dari sekian variabel yang diteliti, tiga faktor diangkat sebagai pemicu utama kemerosotan drastis ING Indonesia!" tegas Umar. "Pertama tekanan penduduk (demografis) akibat degradasi lahan serta tergusurnya warga karena masalah lingkungan! Kedua, ketidakpuasan kelompok karena banyak demonstrasi dan kekerasan terhadap kelompok-kelompok minoritas! Ketiga tekanan sosial akibat semakin lebarnya jurang antara si kaya dan si miskin!"
"Merinding bulu kuduk mendengar penyebab terpacunya kita menuju negara gagal!" timpal Amir. "Tekanan penduduk atas tanah dengan ancaman Hukum Malthus—penduduk meningkat dengan deret ukur sedang produksi pangan naik dengan deret hitung—ditimpa involusi pertanian Clifford Geertz setiap petak tanah dibebani menghidupi jumlah penduduk yang terus makin besar, kini muncul pula degradasi lahan dan penggusuran! Betapa ngeri arti negara gagal itu bagi bangsa kita!"
"Miris boleh saja melihat ancaman negara gagal berpacu mendekati kita, tapi harapan rebound tetap terbuka!" tegas Umar. "Sebab, sebelum disalip Finlandia dari peringkat 178, pada 2010 posisi itu ditempati Bosnia-Herzegovina (Wikipedia), yang seperti Indonesia, mayoritas penduduknya muslim! Artinya, kita punya dasar keyakinan yang sama untuk menjauh dari ancaman kegagalan negara yang terus menguat itu!" "Cuma, dari segi apa kita harus belajar dari Bosnia untuk menciptakan arus balik buat negara kita agar bergerak menjauh dari sedotan 'lubang hitam' kegagalan?" tanya Amir. "Dari laporan media tentang Bosnia, sebagai bangsa bernyawa saringan sisa pembantaian massal (genocide), mereka hidup di garis ajaran secara letterlijk!" jawab Umar. "Artinya, mereka hidup lurus, tak munafik, dan mengekang maksimal syahwat korupsi! Cobalah tempuh cara hidup yang sama, semua pendorong bangsa ke jurang kegagalan akan bisa dihentikan!" ***
"Miris boleh saja melihat ancaman negara gagal berpacu mendekati kita, tapi harapan rebound tetap terbuka!" tegas Umar. "Sebab, sebelum disalip Finlandia dari peringkat 178, pada 2010 posisi itu ditempati Bosnia-Herzegovina (Wikipedia), yang seperti Indonesia, mayoritas penduduknya muslim! Artinya, kita punya dasar keyakinan yang sama untuk menjauh dari ancaman kegagalan negara yang terus menguat itu!" "Cuma, dari segi apa kita harus belajar dari Bosnia untuk menciptakan arus balik buat negara kita agar bergerak menjauh dari sedotan 'lubang hitam' kegagalan?" tanya Amir. "Dari laporan media tentang Bosnia, sebagai bangsa bernyawa saringan sisa pembantaian massal (genocide), mereka hidup di garis ajaran secara letterlijk!" jawab Umar. "Artinya, mereka hidup lurus, tak munafik, dan mengekang maksimal syahwat korupsi! Cobalah tempuh cara hidup yang sama, semua pendorong bangsa ke jurang kegagalan akan bisa dihentikan!" ***
0 komentar:
Posting Komentar