"REAKSI spontan rakyat untuk saweran membangun gedung KPK seperti dilakukan para pedagang kaki lima begitu tersiar berita Komisi III DPR RI menolak usulan untuk membangun gedung baru KPK, cukup mencengangkan!" ujar Umar. "Ternyata diam-diam rakyat jelata di lapisan sosial terbawah negeri ini memperhatikan dan menggantungkan harapan pada suksesnya kerja KPK sehingga siap mendukung demi kelancaran tugas besar bangsa membasmi korupsi!"
"Sebaliknya DPR!" timpal Amir. "Dengan semakin ramainya dukungan pada saweran rakyat itu, kian kuat dikesankan DPR justru tidak mendukung kemudahan dan kelancaran tugas KPK! Atau bisa lebih buruk lagi, DPR justru mempersulit dan menghambat kerja KPK!"
"Kesan seperti itu jelas punya konsekuensi!" tegas Umar. "DPR lewat proses tayangan media massa yang intens terpateri dalam benak warga bangsa—dimitoskan—sebagai kubu yang anti terhadap gerakan pemberantasan korupsi! Tampak, DPR yang cenderung untuk selalu unjuk kekuasaan itu kurang peduli pada strategi berkomunikasi sehingga terimbas ekses negatif proses interaksi komunikasi massa! Kalah dari pedagang kaki lima yang bahkan bisa memanfaatkan kelemahan DPR itu untuk menuai kesan (citra) positif buat kaumnya!"
"Kelemahan (anggota) DPR dalam mengeksplorasi potensi kekuatan media massa hingga menghasilkan mitos (citra yang terpateri di benak massa) negatif atas diri dan lembaganya itu, lebih sebagai akibat perilaku umum para legislator yang cenderung sering bicara nyungsang—melawan arus logika publik!" tukas Amir. "Akibatnya, ketika sesekali anggota DPR menyampaikan sesuatu yang logis pun, massa meresponsnya dengan praduga dari balik mitos negatif anggota DPR yang telanjur berkerak di benaknya!"
"Karena itu, respons spontan pedagang kaki lima terhadap penolakan DPR itu bagai magnet kutub yang segera menarik simpati luas di seantero negeri untuk mendukung saweran nasional membangun gedung baru KPK!" tegas Umar. "Tak kepalang, segala elemen masyarakat dari semua lapisan sosial mendukung saweran itu, tanpa kecuali Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang menyatakan dirinya menjadi penyawer pertama, sedangkan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyawerkan enam bulan gajinya!" "Semua itu memperkuat mitos negatif tentang DPR!" sambut Amir. "Sehingga dorongan makin kuat untuk menguak lebih dalam realitas di balik mitos itu—kenapa DPR selalu cenderung untuk mempersulit kerja KPK? Bukan memfasilitasi secara lebih lengkap agar tugas besar bangsa memberantas korupsi bisa tuntas! Atau, mungkin tak bisa tuntas sebelum pemberantasan korupsi di DPR tuntas!" ***
"Karena itu, respons spontan pedagang kaki lima terhadap penolakan DPR itu bagai magnet kutub yang segera menarik simpati luas di seantero negeri untuk mendukung saweran nasional membangun gedung baru KPK!" tegas Umar. "Tak kepalang, segala elemen masyarakat dari semua lapisan sosial mendukung saweran itu, tanpa kecuali Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin yang menyatakan dirinya menjadi penyawer pertama, sedangkan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyawerkan enam bulan gajinya!" "Semua itu memperkuat mitos negatif tentang DPR!" sambut Amir. "Sehingga dorongan makin kuat untuk menguak lebih dalam realitas di balik mitos itu—kenapa DPR selalu cenderung untuk mempersulit kerja KPK? Bukan memfasilitasi secara lebih lengkap agar tugas besar bangsa memberantas korupsi bisa tuntas! Atau, mungkin tak bisa tuntas sebelum pemberantasan korupsi di DPR tuntas!" ***
0 komentar:
Posting Komentar