"SAWERAN untuk gedung baru KPK itu sebenarnya bukan gedung baru KPK nian yang didamba rakyat!" ujar Umar. "Itu hanyalah lantaran atau kemasan bagi rakyat dari berbagai lapisan sosial untuk mengucurkan isinya, perlawanan terhadap politisi—khususnya yang berada di DPR—karena cenderung mengecilkan arti penilaian rakyat atas tingkah mereka, seperti tingkah mereka mengecilkan arti KPK lewat mengesampingkan kebutuhan untuk kelancaran pelaksanaan tugas memberantas korupsi!"
"Jadi gedung baru KPK hanya sasaran antara efek biliar sodokan perlawanan rakyat!" timpal Amir. "Sebagai lantaran perlawanan rakyat, kebutuhan KPK yang ditelantarkan itu amat seksi untuk memberi kesan negatif memojokkan politisi!"
"Tapi semua itu harus tetap dijaga proporsinya sebagai kritik konstituen terhadap politisi!" tegas Umar. "Bahwa pihak politisi cuek, tak mau tahu dan tak peduli kritik dari konstituennya itu tak masalah! Karena tujuan dari gerakan saweran itu membuat kontras tingkah politisi yang tak peduli pada kepentingan rakyat, terlalu asyik dengan kepentingan pribadi dan bermain unjuk kekuasaan! Maka itu, semakin jauh politisi menyimpang semakin mencolok pula terlihat kelalaian politisi terhadap tugas dan tanggung jawab konstitusionalnya terhadap konstituen!"
"Berarti lewat saweran itu rakyat secara saksama memajang di publik realitas etika-moral politisi yang membuat rakyat dongkol karena kepentingannya cuma dijadikan mainan oleh para politisi, sedang yang selalu diprioritaskan kepentingan para politisi itu sendiri!" timpal Amir.
"Untuk itu rakyat tak berharap bisa mengubah sikap mental politisi hanya dengan sekali gebrak, saweran! Lebih dari itu, gerakan ini mile stone perlawanan kultural edukatif rakyat terhadap politisi guna membentuk etika moral berbangsa lebih elegan dalam masyarakat sehingga kelak kalau perilaku politisi era reformasi sekarang diceritakan, jadi tertawaan warga bangsa masa depan!" "Itu hukuman lintas generasi sejenis nasib patung Ratu Totok Kerot yang dikutuk Joyoboyo (Wikipedia), yang kisahnya mewariskan sepasang ajaran etika moral kekuasaan!" tegas Umar. "Pertama kokohnya iman Joyoboyo, penguasa Kerajaan Pamenang, dari rayuan putri yang cantik sehingga etika moral kekuasaan di negaranya secara berjenjang terpelihara baik! Itu yang membuat nama Joyoboyo jadi pujaan dalam karya-karya pujangga Ronggowarsito! Kedua, si putri cantik yang dengan segala cara tanpa peduli etika moral merayu Joyoboyo untuk menyimpang dan menyalahgunakan kekuasaan, dikutuk Joyoboyo menjadi perempuan jelek hingga patungnya jadi cibiran sepanjang zaman!" ***
"Untuk itu rakyat tak berharap bisa mengubah sikap mental politisi hanya dengan sekali gebrak, saweran! Lebih dari itu, gerakan ini mile stone perlawanan kultural edukatif rakyat terhadap politisi guna membentuk etika moral berbangsa lebih elegan dalam masyarakat sehingga kelak kalau perilaku politisi era reformasi sekarang diceritakan, jadi tertawaan warga bangsa masa depan!" "Itu hukuman lintas generasi sejenis nasib patung Ratu Totok Kerot yang dikutuk Joyoboyo (Wikipedia), yang kisahnya mewariskan sepasang ajaran etika moral kekuasaan!" tegas Umar. "Pertama kokohnya iman Joyoboyo, penguasa Kerajaan Pamenang, dari rayuan putri yang cantik sehingga etika moral kekuasaan di negaranya secara berjenjang terpelihara baik! Itu yang membuat nama Joyoboyo jadi pujaan dalam karya-karya pujangga Ronggowarsito! Kedua, si putri cantik yang dengan segala cara tanpa peduli etika moral merayu Joyoboyo untuk menyimpang dan menyalahgunakan kekuasaan, dikutuk Joyoboyo menjadi perempuan jelek hingga patungnya jadi cibiran sepanjang zaman!" ***
0 komentar:
Posting Komentar