"PUKUL anak sindir tetangga! Itulah kiasan ketika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepala daerah untuk tak mengejar predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dengan cara tak wajar! MetroTV, Senin (4-6)" ujar Umar.
"Predikat WTP itu hasil audit APBD yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jadi, meskipun Ketua KPK minta kepada kepala daerah, tujuan sebenarnya bisa saja ke BPK—yang belakangan terkesan mengobral WTP ke banyak kepala daerah!"
"Sindiran KPK itu salah alamat!" timpal Amir. "Meskipun BPK yang memberikan WTP, hingga kalau KPK minta kepala daerah tidak mengejar WTP dengan cara tidak wajar, terkesan WTP itu hasil ‘main mata’ kepala daerah dengan (oknum) BPK! Kesan itu tidaklah sepenuhnya benar!"
"Apa dasarmu menyatakan begitu?" potong Umar. "Karena di balik WTP yang diraih itu ada proses yang sudah jalan bertahun-tahun, asistensi BPKP untuk tertib administrasi keuangan di kabupaten/kota!" jawab Amir. "Target asistensi itu mencapai WTP hasil audit BPK!"
"Jadi predikat WTP itu cuma pertanda tercapainya tertib administrasi sesuai standar prosedural, bukan jaminan tak ada lagi korupsi?" tukas Umar.
"Begitulah! WTP bukan jaminan tak ada korupsi!" tegas Amir. "Pertama, karena itu cuma audit berkas untuk memastikan semua dilakukan sesuai ketentuan dan prosedural! Kedua, juga bukan audit proses yang on the spot mengawasi setiap tahapan pekerjaan!
Audit proses (seharusnya) dilakukan internal auditor (inspektorat), tapi cenderung absen fungsinya! Juga bukan audit investigasi, mencari penyimpangan dengan mengusut kembali prosesnya secara post factum! Jadi, WTP bukan ukuran tak ada lagi korupsi!"
"Sebaliknya, tertib administrasi itu justru menambah sulit pengungkapan korupsi karena selama ini malah cenderung digunakan untuk menyelubungi korupsi!" tukas Umar.
"Administrasi keuangan pemerintah seharusnya berjalan dengan tiga dimensi due process of control—pertama, kontrol prosedural sejalan dengan kontrol materinya, seperti belanja semen 10 sak apakah prosedur administrasinya benar, lalu apakah materinya benar 10 sak semen yang diterima dan dipakai! Kedua, kontrol internal (inspektorat) sejalan dengan eksternal (BPK). Ketiga, kontrol proses penerimaan anggaran sejalan dengan kontrol pengeluarannya!" "Kontrol dua sisi sejalan itu selama ini timpang! Kontrol tertib administrasi tak diikuti kontrol materinya secara sebanding! Lalu, audit proses oleh kontrol internal (inspektorat) tak bunyi, geliatnya jauh lebih lemah dari kontrol eksternal oleh BPK! Kemudian kontrol terhadap penerimaan, nyaris tak ada!" timpal Amir. "Tampak banyak kisi-kisi pengelolaan keuangan daerah yang bolong! WTP hanya hasil kontrol sebagian dari banyak bolongan itu, tak bisa menjamin bebas korupsi! Jika WTP diobral, bisa mempersulit kerja polisi, jaksa, dan KPK!" ***
"Administrasi keuangan pemerintah seharusnya berjalan dengan tiga dimensi due process of control—pertama, kontrol prosedural sejalan dengan kontrol materinya, seperti belanja semen 10 sak apakah prosedur administrasinya benar, lalu apakah materinya benar 10 sak semen yang diterima dan dipakai! Kedua, kontrol internal (inspektorat) sejalan dengan eksternal (BPK). Ketiga, kontrol proses penerimaan anggaran sejalan dengan kontrol pengeluarannya!" "Kontrol dua sisi sejalan itu selama ini timpang! Kontrol tertib administrasi tak diikuti kontrol materinya secara sebanding! Lalu, audit proses oleh kontrol internal (inspektorat) tak bunyi, geliatnya jauh lebih lemah dari kontrol eksternal oleh BPK! Kemudian kontrol terhadap penerimaan, nyaris tak ada!" timpal Amir. "Tampak banyak kisi-kisi pengelolaan keuangan daerah yang bolong! WTP hanya hasil kontrol sebagian dari banyak bolongan itu, tak bisa menjamin bebas korupsi! Jika WTP diobral, bisa mempersulit kerja polisi, jaksa, dan KPK!" ***
0 komentar:
Posting Komentar