DALAM program tax amnesty, UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak memberi dua opsi kepada wajib pajak yang menyimpan dananya di luar negeri. Pertama, melakukan repatriasi, memindahkan dananya ke dalam negeri. Kedua, mendeklarasikan jumlah dana miliknya di luar negeri, cukup membayar tebusan 2% dananya tetap di luar negeri, meski tercatat sebagai objek pajak.
Opsi kedua itu rupanya menjadi celah bagi bank Singapura untuk mengadali tax amnesty. Kepada nasabah WNI yang mengikuti tax amnesty opsi kedua, yakni mendeklarasikan jumlah kekayaannya tapi dananya tetap disimpan di Singapura, bank Singapura memberi tarif deklarasi 4%. Maka, nasabah WNI yang mengikuti tax amnesty membayar tebusan opsi deklarasi 2%, malah dapat jujul atau susuk 2%.
Selain itu, perbankan Singapura menawarkan imbal hasil atau return deposit yang lebih besar bagi WNI yang tetap memarkir dananya di negeri tersebut.
"Kenapa undang-undang ini memberikan celah?" ujar pengamat ekonomi Yanuar Rizki. "Perbankan Singapura melihat celah peluang karena undang-undangnya memperkenankan (tetap menyimpan uang di luar negeri)." (Kompas.com, 23/7/2016)
Ia khawatir celah dalam UU Pengampunan Pajak itu justru dimanfaatkan sejumlah pihak untuk tidak membawa pulang dananya ke Indonesia, sekaligus tidak membayar tarif deklarasi.
Opsi deklarasi cenderung menjadi pilihan pemohon pengampunan pajak. Dengan UU Pengampunan Pajak yang mulai berlaku Senin (18/7/2016) sampai Jumat (22/7/2016), menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, sudah lebih dari 20 wajib pajak yang mendaftarkan ikut pengampunan pajak dengan opsi deklarasi.
Dari jumlah tersebut, kata Mardiasmo, aset yang dideklarasikan sudah hampir mencapai Rp400 miliar. Dengan tarif tebusan 2%, yang masuk kantong negara sebagai penerimaan pajak kurang lebih sebesar Rp8 miliar. (Metrotvnews, 22/7/2016)
Dengan harapan tax amnesty memasukkan maksimal dana repatriasi aset untuk membangun ekonomi nasional, tampak perlu ada upaya khusus agar opsi repatriasi menjadi pilihan mayoritas wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak. Gejala opsi deklarasi menjadi pilihan itu harus diintervensi dengan langkah tertentu untuk menghentikannya agar kita tidak cuma mendapat cacatan nilainya, sedang aset riilnya dinikmati negara lain.
Kalau tren memilih opsi deklarasi tak bisa dihentikan hingga nilai repatriasi aset kecil, meski baru diundangkan apa boleh buat, jalan keluarnya hanya satu, amendemen UU-nya. ***
Opsi kedua itu rupanya menjadi celah bagi bank Singapura untuk mengadali tax amnesty. Kepada nasabah WNI yang mengikuti tax amnesty opsi kedua, yakni mendeklarasikan jumlah kekayaannya tapi dananya tetap disimpan di Singapura, bank Singapura memberi tarif deklarasi 4%. Maka, nasabah WNI yang mengikuti tax amnesty membayar tebusan opsi deklarasi 2%, malah dapat jujul atau susuk 2%.
Selain itu, perbankan Singapura menawarkan imbal hasil atau return deposit yang lebih besar bagi WNI yang tetap memarkir dananya di negeri tersebut.
"Kenapa undang-undang ini memberikan celah?" ujar pengamat ekonomi Yanuar Rizki. "Perbankan Singapura melihat celah peluang karena undang-undangnya memperkenankan (tetap menyimpan uang di luar negeri)." (Kompas.com, 23/7/2016)
Ia khawatir celah dalam UU Pengampunan Pajak itu justru dimanfaatkan sejumlah pihak untuk tidak membawa pulang dananya ke Indonesia, sekaligus tidak membayar tarif deklarasi.
Opsi deklarasi cenderung menjadi pilihan pemohon pengampunan pajak. Dengan UU Pengampunan Pajak yang mulai berlaku Senin (18/7/2016) sampai Jumat (22/7/2016), menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, sudah lebih dari 20 wajib pajak yang mendaftarkan ikut pengampunan pajak dengan opsi deklarasi.
Dari jumlah tersebut, kata Mardiasmo, aset yang dideklarasikan sudah hampir mencapai Rp400 miliar. Dengan tarif tebusan 2%, yang masuk kantong negara sebagai penerimaan pajak kurang lebih sebesar Rp8 miliar. (Metrotvnews, 22/7/2016)
Dengan harapan tax amnesty memasukkan maksimal dana repatriasi aset untuk membangun ekonomi nasional, tampak perlu ada upaya khusus agar opsi repatriasi menjadi pilihan mayoritas wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak. Gejala opsi deklarasi menjadi pilihan itu harus diintervensi dengan langkah tertentu untuk menghentikannya agar kita tidak cuma mendapat cacatan nilainya, sedang aset riilnya dinikmati negara lain.
Kalau tren memilih opsi deklarasi tak bisa dihentikan hingga nilai repatriasi aset kecil, meski baru diundangkan apa boleh buat, jalan keluarnya hanya satu, amendemen UU-nya. ***
0 komentar:
Posting Komentar