KEMISKINAN di kawasan perkotaan Lampung melonjak 13,77%. Itu jauh amat tinggi dibanding dengan kenaikan pada tingkat provinsi 0,76%, sedang di kawasan perdesaan tingkat kenaikannya juga hanya 4,28%.
Di Lampung, dari 15 daerah tingkat II, hanya terdapat dua kota, Bandar Lampung dan Metro. Di kedua kota tersebut jumlah penduduk miskin tercatat pada Maret 2016 sebanyak 233,39 ribu jiwa, dari jumlah penduduk Bandar Lampung sebesar 960.695 jiwa dan Metro 155.992 jiwa (BPS, 2014).
Warga miskin di Provinsi Lampung hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2016 tercatat sebanyak 1,170 juta jiwa atau 14,29% dari total penduduk Lampung, persentasenya naik 0,76 poin dari 1,101 juta jiwa atau 13,53% dari total penduduk September 2015 (Lampost.co, 18/7/2016).
Lonjakan jumlah warga miskin di kawasan Kota Lampung dari 197,94 ribu jiwa pada September 2015 menjadi 233,39 ribu jiwa pada Maret 2016 itu terjadi dengan kenaikan angka garis kemiskinan dari Rp356.771 per kapita pada September 2015 menjadi Rp364.922 per kapita pada Maret 2016, atau naik Rp8.151 saja (Tribun Lampung, 19/7/2016).
Tampak betapa rentan kondisi sosial ekonomi masyarakat lapisan bawah di perkotaan Lampung sehingga hanya dengan kenaikan garis kemiskinan sekecil itu saja pun jumlah warga di bawah garis kemiskinan langsung melonjak hingga 13,77%.
Dugaan lonjakan angka kemiskinan terjadi akibat penyaluran dana program keluarga harapan (PKH), beasiswa miskin (BSM), dan sejenisnya salah sasaran, kemungkinannya kecil sekali pada masyarakat perkotaan. Sebab, pendataan dan pelaksanaan berbagai program bantuan sosial relatif lebih baik di lingkungan masyarakat kota yang kritis.
Kalau dengan berbagai bantuan sosial yang diterima dari pemerintah itu masyarakat lapisan bawah banyak yang tidak mampu menjangkau garis kemiskinan yang hanya naik Rp8.151 itu, sehingga jumlah warga di bawah garis kemiskinan melonjak, padahal bantuan yang mereka terima lebih besar dari kenaikan garis kemiskinan, lebih mungkin pendapatan warga lapisan bawah itu mengalami kemerosotan yang signifikan. Asumsi kemerosotan pendapatan warga lapisan bawah itu harus disimak dengan hati-hati karena hal itu merupakan anomali dari sukses pembangunan kota, terutama Bandar Lampung. Untuk itu, layak dilakukan penelitian yang saksama untuk menemukan di mana letak kesalahan pembangunan kotanya sehingga buah dari sukses pembangunan tersebut justru lonjakan angka kemiskinan. ***
Warga miskin di Provinsi Lampung hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2016 tercatat sebanyak 1,170 juta jiwa atau 14,29% dari total penduduk Lampung, persentasenya naik 0,76 poin dari 1,101 juta jiwa atau 13,53% dari total penduduk September 2015 (Lampost.co, 18/7/2016).
Lonjakan jumlah warga miskin di kawasan Kota Lampung dari 197,94 ribu jiwa pada September 2015 menjadi 233,39 ribu jiwa pada Maret 2016 itu terjadi dengan kenaikan angka garis kemiskinan dari Rp356.771 per kapita pada September 2015 menjadi Rp364.922 per kapita pada Maret 2016, atau naik Rp8.151 saja (Tribun Lampung, 19/7/2016).
Tampak betapa rentan kondisi sosial ekonomi masyarakat lapisan bawah di perkotaan Lampung sehingga hanya dengan kenaikan garis kemiskinan sekecil itu saja pun jumlah warga di bawah garis kemiskinan langsung melonjak hingga 13,77%.
Dugaan lonjakan angka kemiskinan terjadi akibat penyaluran dana program keluarga harapan (PKH), beasiswa miskin (BSM), dan sejenisnya salah sasaran, kemungkinannya kecil sekali pada masyarakat perkotaan. Sebab, pendataan dan pelaksanaan berbagai program bantuan sosial relatif lebih baik di lingkungan masyarakat kota yang kritis.
Kalau dengan berbagai bantuan sosial yang diterima dari pemerintah itu masyarakat lapisan bawah banyak yang tidak mampu menjangkau garis kemiskinan yang hanya naik Rp8.151 itu, sehingga jumlah warga di bawah garis kemiskinan melonjak, padahal bantuan yang mereka terima lebih besar dari kenaikan garis kemiskinan, lebih mungkin pendapatan warga lapisan bawah itu mengalami kemerosotan yang signifikan. Asumsi kemerosotan pendapatan warga lapisan bawah itu harus disimak dengan hati-hati karena hal itu merupakan anomali dari sukses pembangunan kota, terutama Bandar Lampung. Untuk itu, layak dilakukan penelitian yang saksama untuk menemukan di mana letak kesalahan pembangunan kotanya sehingga buah dari sukses pembangunan tersebut justru lonjakan angka kemiskinan. ***
0 komentar:
Posting Komentar