PERILAKU warga kelas menengah Indonesia disitir Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, mereka kerap belanja ke luar negeri, tapi barang belanjaan mereka ternyata produk palsu (Kompas.com, 17/7/2016). Istilah KW-1, KW-2, dan seterusnya untuk barang palsu itu tak asing bagi mereka.
Barang "KW-KW-an" dari pemalsuan produk kelas atas yang diburu ke luar negeri itu jenis-jenis perhiasan (gelang, kalung, arloji), produk kulit (tas, sepatu), dan pakaian branded.
Tak cukup di situ, barang KW-KW-an produk impor kelas menengah bawah juga merambah luas di dalam negeri. Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP) tahun 2014 mengadakan survei mengenai kerugian ekonomi nasional akibat peredaran produk palsu.
Hasilnya, menurut Ketua MIAP Widyaretna Buenastuti, total kerugian akibat peredaran barang palsu tahun 2014 mencapai Rp65,1 triliun.
Dia sebutkan kerugian ekonomi nasional itu terdiri dari produk makanan dan minuman Rp13,39 triliun, produk pakaian dan barang dari kulit Rp41,58 triliun, produk obat-obatan dan kosmetik Rp6,5 triliun, produk software Rp3,6 triliun (Kompas.com, 16/7/2014). Kerugian itu, menurut MIAP, belum termasuk pajak tidak langsung sekitar Rp424 miliar yang tidak masuk pendapatan negara, juga pajak langsung seperti pajak penghasilan dari upah dan gaji, serta pajak penghasilan perusahaan.
Betapa besar skala kehilangan ekonomi nasional dari kegemaran kelas menengah mejeng dengan produk palsu, barang tiruan itu. Skala ekonomi Rp65 triliun itu, kalau barangnya diproduksi saudara-saudara kita di dalam negeri, betapa banyak tenaga kerja yang dimanfaatkan.
Betapa besar nilai bahan baku yang dinikmati warga produsen dalam negeri. Betapa banyak lagi pedagang yang menikmati keuntungan dari proses perdagangannya. Tapi, secara bulat-bulat uang sebanyak itu dan berbagai benefit-nya dinikmati mata rantai bisnis di luar negeri.
Untuk itu, kampanye penggunaan barang asli, terutama produk dalam negeri, perlu terus digalakkan secara nasional. Kalau di Jakarta ada Jakarta Great Sale 2016 dari 3 Juni hingga 17 Juli yang diikuti 78 mal dan 20 pasar tradisional yang menggelar operasi pasar murah, daerah tak boleh ketinggalan.
Daerah bahkan harus lebih spesifik lagi, seperti menempah pakaian (baju dan celana) pada penjahit setempat, perhiasan kalung, gelang, liontin, dan cincin hasil asahan jauhari lokal. Pasti semua barang asli itu lebih tinggi nilainya daripada barang palsu KW-KW-an! ***
Tak cukup di situ, barang KW-KW-an produk impor kelas menengah bawah juga merambah luas di dalam negeri. Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP) tahun 2014 mengadakan survei mengenai kerugian ekonomi nasional akibat peredaran produk palsu.
Hasilnya, menurut Ketua MIAP Widyaretna Buenastuti, total kerugian akibat peredaran barang palsu tahun 2014 mencapai Rp65,1 triliun.
Dia sebutkan kerugian ekonomi nasional itu terdiri dari produk makanan dan minuman Rp13,39 triliun, produk pakaian dan barang dari kulit Rp41,58 triliun, produk obat-obatan dan kosmetik Rp6,5 triliun, produk software Rp3,6 triliun (Kompas.com, 16/7/2014). Kerugian itu, menurut MIAP, belum termasuk pajak tidak langsung sekitar Rp424 miliar yang tidak masuk pendapatan negara, juga pajak langsung seperti pajak penghasilan dari upah dan gaji, serta pajak penghasilan perusahaan.
Betapa besar skala kehilangan ekonomi nasional dari kegemaran kelas menengah mejeng dengan produk palsu, barang tiruan itu. Skala ekonomi Rp65 triliun itu, kalau barangnya diproduksi saudara-saudara kita di dalam negeri, betapa banyak tenaga kerja yang dimanfaatkan.
Betapa besar nilai bahan baku yang dinikmati warga produsen dalam negeri. Betapa banyak lagi pedagang yang menikmati keuntungan dari proses perdagangannya. Tapi, secara bulat-bulat uang sebanyak itu dan berbagai benefit-nya dinikmati mata rantai bisnis di luar negeri.
Untuk itu, kampanye penggunaan barang asli, terutama produk dalam negeri, perlu terus digalakkan secara nasional. Kalau di Jakarta ada Jakarta Great Sale 2016 dari 3 Juni hingga 17 Juli yang diikuti 78 mal dan 20 pasar tradisional yang menggelar operasi pasar murah, daerah tak boleh ketinggalan.
Daerah bahkan harus lebih spesifik lagi, seperti menempah pakaian (baju dan celana) pada penjahit setempat, perhiasan kalung, gelang, liontin, dan cincin hasil asahan jauhari lokal. Pasti semua barang asli itu lebih tinggi nilainya daripada barang palsu KW-KW-an! ***
0 komentar:
Posting Komentar