KUDETA yang dilakukan elemen militer Turki Sabtu (16/7/2016) malam berhasil digagalkan oleh gerakan massa. Sebelumnya, kelompok yang menamakan diri "Dewan untuk Perdamaian di Tanah Air" mengatakan kudeta dilakukan untuk memastikan dan mengembalikan amanat konstitusi, demokrasi, HAM, kebebasan dan supremasi hukum.
Angkatan bersenjata Turki sudah lama menganggap diri mereka sebagai pengawal negara sekuler bentukan Mustafa Kemal Ataturk pada 1924. Militers sudah tiga kali melakukan kudeta sejak 1960 dan menggulingkan pemerintahan Islam (Kompas.com, 16/7/2016)
Ketika kudeta terjadi, Presiden Recep Tayyip Erdogan diwawancara reporter NTV dan CNN Turk di depan pintu peristirahatan kota wisata Marmaris. Dengan wajah terkejut Erdogan menyatakan bahwa dia masih menjabat presiden dang panglima tertinggi angkatan bersenjata Turki dan menegaskan pelaku kudeta akan membayar sangat mahal.
"Saya yakin upaya kudeta ini akan gagal," tegas Erdogan. "Saya mendesak warga Turki menduduki lapangan publik dan bandara. Saya tak pernah memercayai ada kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaan rakyat."
Massa rakyat pun seketika turun memenuhi jalan-jalan dan bandara di dua kota utama Turki, Ankara dan Istanbul. Berkat kuatnya dukungan rakyat itu, kudeta kehilangan momentum. Rakyat bahkan berduyun-duyun mengelu-elukan kedatangan Erdogan di Bandara Internasional Ataturk, Istanbul.
Erdogan memang tokoh fenomenal dunia Islam Abad ke-21. Melalui Partai Keadilan dan Pembangunan (Adelet ve Kaikinma Partisi/AKP) yang dia dirikan, Erdogan kelahiran 26 Februari 1954 ini mampu menjalin relevansi Islam dalam sistem kenegaraan Turki yang sekuler warisan Ataturk. Itu dilakukan lewat amendemen Konstitusi setelah AKP menang pemilu 2013 dan Erdogan jadi Perdana Menteri.
Dia juga menghapus hukuman mati, mengeliminasi pelanggaran HAM, dan membangun komunikasi lebih santun dengan kelompok Kurdi. (blog Muhammad Zaini, Gebrakan Dakwah dan Politik Erdogan)
Dengan gerakan soft power "Islam adalah Solusi" (Al-Islam huwa al-hal), pengembangan dimensi Islam dalam pemerintahan Erdogan mampu membangkitkan pengaruh Turki yang berpenduduk 80 juta jiwa mengglobal dengan steril dari interest imperalisme.
Dengan pengaruhnya yang efektif di dunia barat (sebagai anggota Uni Eropa) dan di timur sebagai ujung tombak diplomasi duni Islam, grand strategy Erdogan oleh pengamat disebut "Neo Ottomasnisme", Dinasti Utsmaniah Baru, menguasai dunia dengan soft power-nya. ***
Ketika kudeta terjadi, Presiden Recep Tayyip Erdogan diwawancara reporter NTV dan CNN Turk di depan pintu peristirahatan kota wisata Marmaris. Dengan wajah terkejut Erdogan menyatakan bahwa dia masih menjabat presiden dang panglima tertinggi angkatan bersenjata Turki dan menegaskan pelaku kudeta akan membayar sangat mahal.
"Saya yakin upaya kudeta ini akan gagal," tegas Erdogan. "Saya mendesak warga Turki menduduki lapangan publik dan bandara. Saya tak pernah memercayai ada kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaan rakyat."
Massa rakyat pun seketika turun memenuhi jalan-jalan dan bandara di dua kota utama Turki, Ankara dan Istanbul. Berkat kuatnya dukungan rakyat itu, kudeta kehilangan momentum. Rakyat bahkan berduyun-duyun mengelu-elukan kedatangan Erdogan di Bandara Internasional Ataturk, Istanbul.
Erdogan memang tokoh fenomenal dunia Islam Abad ke-21. Melalui Partai Keadilan dan Pembangunan (Adelet ve Kaikinma Partisi/AKP) yang dia dirikan, Erdogan kelahiran 26 Februari 1954 ini mampu menjalin relevansi Islam dalam sistem kenegaraan Turki yang sekuler warisan Ataturk. Itu dilakukan lewat amendemen Konstitusi setelah AKP menang pemilu 2013 dan Erdogan jadi Perdana Menteri.
Dia juga menghapus hukuman mati, mengeliminasi pelanggaran HAM, dan membangun komunikasi lebih santun dengan kelompok Kurdi. (blog Muhammad Zaini, Gebrakan Dakwah dan Politik Erdogan)
Dengan gerakan soft power "Islam adalah Solusi" (Al-Islam huwa al-hal), pengembangan dimensi Islam dalam pemerintahan Erdogan mampu membangkitkan pengaruh Turki yang berpenduduk 80 juta jiwa mengglobal dengan steril dari interest imperalisme.
Dengan pengaruhnya yang efektif di dunia barat (sebagai anggota Uni Eropa) dan di timur sebagai ujung tombak diplomasi duni Islam, grand strategy Erdogan oleh pengamat disebut "Neo Ottomasnisme", Dinasti Utsmaniah Baru, menguasai dunia dengan soft power-nya. ***
0 komentar:
Posting Komentar