Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Terlalu, Korupsi sampai Kuburan!

KORUPSI dengan modus makam fiktif dibongkar oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Di lokasi yang strategis di banyak permakaman, tanahnya dibuat gundukan seolah sudah ada jenazah yang dikuburkan. Padahal, tempat itu masih kosong. Ada yang diberi nisan, ada yang tidak.
Makam fiktif itu dipesan orang sebelum dia meninggal, digunakan saat pemesan atau kerabatnya meninggal. Ada juga yang sengaja disediakan untuk kalangan mampu dengan harga yang baik. Dinas itu mulai Senin pekan lalu mulai membongkar makam-makam fiktif di Tempat Permakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Karet Pasar Baru, Kawi-Kawi, dan Pondok Ranggon.
Menurut Kepala Dinas itu Djafar Muchlisin, makam fiktif muncul karena adanya kekhawatiran warga tidak kebagian lahan saat mereka meninggal kelak. "Karena ada kekhawatiran kehabisan lahan makam," tukasnya. (Kompas.com, 25/7/2016)
Kepala Bidang TPU dinas tersebut, Siti Hasni, mengatakan ketersediaan lahan permakaman, khususnya di Jakarta Pusat, tidak seimbang dengan tingginya kebutuhan makam bagi orang yang meninggal. Selain itu, ada kecenderungan orang ingin dimakamkan dekat makam keluarganya. Karena itu, mereka memesan lahan makam sebelum meninggal.
Jumlah makam fiktif itu cukup lumayan juga. Menurut Djafar Muchlisin, di TPU Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, saja laporan yang ia terima menyebutkan ada 160 makam fiktif. Modus makam fiktif di Tegal Alur, menurut Djafar, dilakukan dengan memesan lahan kosong di sana. Lahan itu dibuat seolah-olah ada jenazah di dalamnya. "Jadi, seakan-akan mereka punya kaveling, secara fisik ada (lokasi tanahnya) tapi suratnya tidak ada di kantor pengelola TPU," ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kesal terkait makam palsu itu. Dia kesal karena korupsi terjadi bahkan sampai kuburan. "Banyak kuburan bohong di Jakarta, yang punya duit bisa di depan. Orang mati saja mau dikadalin, kurang ajar," ujar Basuki. (Kompas.com, 26/7/2016)
Korupsi makam fiktif itu memang keterlaluan. Tak bisa dibayangkan sudah sejauh mana penyimpangan moralitasnya kalau urusan orang mati saja dipermainkan untuk mencari keuntungan dan kenikmatan pribadi.
Hal ini bisa saja terpengaruh oleh bisnis lahan permakaman dengan nilai miliaran rupiah per kavelingnya untuk orang-orang superkaya di Ibu Kota. Kalau orang lain bisa pesan kaveling kuburan untuk diri dan keluarganya, tentu tak kepalang pula orang untuk menirunya.
Hanya lokasi dan sistem administrasi pengavelingannya berbeda. ***

0 komentar: