PRESIDEN Jokowi melakukan perombakan kedua Kabinet Kerja dengan menggeser posisi empat menteri dan memasukkan sembilan wajah baru. Alasan perombakan ia kemukakan untuk mengatasi kesenjangan antara kaya dan miskin serta kesenjangan antarwilayah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), kesenjangan sosial antara kaya dan miskin hasil Susenas terakhir justru menyempit, dari rasio gini 0,41 pada Maret 2015 menjadi 0,40 pada September 2015. (Antara, 18/4/2016) Karena itu bisa dipastikan perombakan dimaksudkan Presiden untuk memacu lebih cepat lagi penurunan kesenjangan sosial.
Dengan data BPS itu bisa berarti para menteri yang diganti sebenarnya berprestasi. Tapi, tingkat prestasi tersebut masih kurang memuaskan Presiden yang menginginkan lebih baik lagi dari yang telah dicapai itu.
Namun, untuk memacu lebih cepat ekonomi nasional guna lebih mempersempit terus jarak ketimpangan sosial, tantangan ke depan juga bertambah berat, terutama eksternal. Itulah mungkin salah satu alasan memanggil pulang Sri Mulyani yang berpengalaman menangani percaturan ekonomi global, juga telah berhasil membawa Indonesia lolos dari dampak krisis keuangan global 2008—2009.
Tantangan eksternal yang harus diantisipasi adalah "kekacauan" global akibat Brexit, keluarnya Inggris dari Uni Eropa. The Fed Rabu (20/7/2016) pekan lalu memastikan untuk menahan diri dari jadwalnya menaikkan suku bunga acuannya meski data ekonomi AS membaik.
Demikian pula Jepang, Perdana Menteri Sinzo Abe seusai menang pemilu menggelontorkan stimulus 20 triliun yen atau 189 miliar dolar AS untuk memperkuat ketahanan ekonomi Negeri Sakura dari guncangan dampak Brexit.
Dampak langsung Brexit ke Indonesia memang kecil. Tapi dampak guncangan ekonomi Eropa akibat Brexit sudah mulai membuat petani karet kita sakit perut, harga karet anjlok. Perbankan Eropa terseret krisis kredit macet (NPL) perbankan Italia hingga 397 miliar dolar AS. Krisis utang Eropa akan mempersulit industri dan perdagangan, mengimbas ke seluruh dunia.
Ekonomi Tiongkok, mitra dagang terpenting Indonesia dewasa ini, juga sedang lesu. Impor Negeri Tirai Bambu itu April 2016, menurut Reuters, turun tajam, 10,9% dari periode sama tahun lalu. (detikfinance, 9/5/2016) Padahal, banyak komoditas yang diimpor Tiongkok itu berasal dari Indonesia.
Sebab itu, reshuffle kabinet mendesak bagi Jokowi, yang menyadari betul perlu tim lebih tangguh untuk mencapai hasil yang lebih baik atas tantangan yang lebih berat. ***
Dengan data BPS itu bisa berarti para menteri yang diganti sebenarnya berprestasi. Tapi, tingkat prestasi tersebut masih kurang memuaskan Presiden yang menginginkan lebih baik lagi dari yang telah dicapai itu.
Namun, untuk memacu lebih cepat ekonomi nasional guna lebih mempersempit terus jarak ketimpangan sosial, tantangan ke depan juga bertambah berat, terutama eksternal. Itulah mungkin salah satu alasan memanggil pulang Sri Mulyani yang berpengalaman menangani percaturan ekonomi global, juga telah berhasil membawa Indonesia lolos dari dampak krisis keuangan global 2008—2009.
Tantangan eksternal yang harus diantisipasi adalah "kekacauan" global akibat Brexit, keluarnya Inggris dari Uni Eropa. The Fed Rabu (20/7/2016) pekan lalu memastikan untuk menahan diri dari jadwalnya menaikkan suku bunga acuannya meski data ekonomi AS membaik.
Demikian pula Jepang, Perdana Menteri Sinzo Abe seusai menang pemilu menggelontorkan stimulus 20 triliun yen atau 189 miliar dolar AS untuk memperkuat ketahanan ekonomi Negeri Sakura dari guncangan dampak Brexit.
Dampak langsung Brexit ke Indonesia memang kecil. Tapi dampak guncangan ekonomi Eropa akibat Brexit sudah mulai membuat petani karet kita sakit perut, harga karet anjlok. Perbankan Eropa terseret krisis kredit macet (NPL) perbankan Italia hingga 397 miliar dolar AS. Krisis utang Eropa akan mempersulit industri dan perdagangan, mengimbas ke seluruh dunia.
Ekonomi Tiongkok, mitra dagang terpenting Indonesia dewasa ini, juga sedang lesu. Impor Negeri Tirai Bambu itu April 2016, menurut Reuters, turun tajam, 10,9% dari periode sama tahun lalu. (detikfinance, 9/5/2016) Padahal, banyak komoditas yang diimpor Tiongkok itu berasal dari Indonesia.
Sebab itu, reshuffle kabinet mendesak bagi Jokowi, yang menyadari betul perlu tim lebih tangguh untuk mencapai hasil yang lebih baik atas tantangan yang lebih berat. ***
0 komentar:
Posting Komentar