Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

'Double Cost', Pajak dan Lapangan!

PARA pengusaha di Tanah Air mengeluhkan double cost yang mereka pikul saat ini, yakni pajak yang tinggi dan cost di lapangan untuk doing business naik gila-gilaan. Demikian hasil riset Majalah Eksekutif terhadap 200 chief executive officer (CEO) Indonesia kelas menengah hingga papan atas. Para pengusaha membuat pernyataan bersama merasa terbebani dengan target pajak yang ditetapkan pemerintah. "Untuk pajak, jangan terlalu tinggi. Karena petugas pajak jadi tidak objektif, kejar setoran, dan akhirnya wajib pajak terzalimi dengan jumlah setoran pajak tinggi sekali," ujar seorang pengusaha, dikutip Antara. (5/7/2018) "Di lapangan," timpal CEO lainnya, "duit terus digerogoti sama petugas di lapangan. Enggak ada duit, enggak jalan! Dicari-cari masalah dan alasan terus...." Terlepas soal kurs dolar yang kini melambung, pemerintah semestinya tak selalu hanya menyalahkan kondisi global. Harusnya dengan cepat pemerintah melakukan introspeksi. Yang bermasalah bukan hanya kondisi global, melainkan juga kondisi tubuh dan perekonomian Indonesia yang tidak sehat. Pasalnya, pemerintah kurang kontrol petugas lapangan, membuat biaya tinggi untuk kita yang berusaha, double cost. "Betul juga kalau semua dipicu faktor luar. Namun, kalau daya tahan tubuh kita lemah, kita sakit. Jadi, jangan menyalahkan situasi faktor luar terus, faktor luar bisa kita tepis kalau daya tahan tubuh kita bagus," ujar seorang CEO. Intinya, kalau mau tegas di atas, di lapangan dimonitor sepuluh ribu persen. Jangan malah di bawah membuat sulit orang biasa kayak kami, tutur CEO itu. "Fungsi kontrol yang sekarang ini kurang. Jangan sampai double cost, pajak tinggi dan cost doing business gila-gilaan, karena orang lapangannya pada nakal," tambahnya. Hasil riset Majalah Eksekutif itu nyambung dengan pencarian pemerintah dan BI pada sumber negatif penyebab sukarnya mendongkrak kurs rupiah, padahal BI telah tiga kali menaikkan suku bunga acuan hingga total kenaikan 100 basis poin (bps), dari 4,25% kini menjadi 5,25%. "Kami bersama BI terus mewaspadai dan melihat kondisi yang terkait dengan dinamika nilai tukar maupun dari sisi keseluruhan perekonomian," ujar Menkeu Sri Mulyani di DPR pekan lalu. Meski demikian, beban pajak dan biaya doing business yang memberatkan pengusaha itu belum jadi wacana pemerintah dan BI. Padahal semua sentimen negatif harus dibereskan agar perekonomian nasional sehat dan kuat menahan tekanan global.

0 komentar: