PEMERINTAH Kota Bandar Lampung masih menggusur warga Pasar Griya Sukarame dengan cara kekerasan. Ratusan Satpol PP didukung ekskavator mendorong secara fisik warga lemah yang coba bertahan. Banyak warga pingsan diangkut ke puskesmas. Mahasiswa yang membentuk rantai manusia melindungi warga didesak dengan ekskavator. Hari gini, Pemkot masih menggusur dengan cara kekerasan. Padahal sudah sejak jauh hari, masih sebagai wali kota Solo, Jokowi sudah memberi contoh bagaimana cara menggusur warga secara beradab. Warga diundang makan bersama ke rumah Wali Kota, di situ niat Pemkot memindahkan warga disampaikan. Ditawarkan alternatif lokasi penampungan. Setelah diberi waktu tertentu untuk berpikir, warga akhirnya pindah sendiri tanpa lagi lewat proses pengusiran dengan kekerasan. Warga yang dihormati sebagai bagian bangsa yang merdeka berkat pengorbanan jiwa-raga para pejuang kemerdekaan, merasa dihargai harkat dan martabatnya. Dan mereka pun mengikuti cara-cara hidup terhormat di negerinya. Bisa dibayangkan bagaimana trauma jiwa anak warga yang melihat kekejaman pengusiran Satpol PP terhadap orang tuanya. Bagaimana dari dalam musala tempat berlindung dari kekerasan aparat itu, mereka melihat alat-alat berat menghancurkan rumah-rumah tempat tinggal mereka. Trauma yang amat buruk menyayat jiwa itu bisa terbawa dewasa, yang membuatnya rentan tersentuh idea-idea radikal untuk membalas dendam. Kenapa kekuasaan yang merupakan titipan Sang Khalik itu digunakan dengan arogansi yang mengekspresikan penguasa kejam dan bengis? Padahal, semestinya sebersit cerminan kekuasaan Mahapengasih dan Mahapenyayang. Mengapa titipan kekuasaan Ilahiah itu digunakan untuk melampiaskan kesewenangan penguasa? Lebih celaka lagi, kenapa setelah warga babak belur bentrok dengan aparat Pemkot, baru sang penguasa menawarkan alternatif kalau mau, bisa tinggal di apartemen rusunawa? Artinya, sebenamya ada alternatif yang bisa ditawarkan ke warga untuk diundang makan bersama agar kemudian pindah sera baik-baik. Betapa, jika proses penggusuran dilakukan secara beradab seperti dicontohkan Jokowi, barang-barang milik warga masih bisa dijual kepada tukang rongsokan, bisa menjadi modal usaha dan sewa rusunawa di tahap awal. Dengan itu pula mereka bisa dibimbing memulai usaha dengan modal kecil tersebut, dari tukang cukur keliling sampai pengasong, membuat es puter dan lainnya. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar