KEPALA Pusat Kesehatan Haji, Eka Jusuf Singka, sejak jauh hari mengingatkan musim haji 2018 bertepatan dengan gejala suhu panas ekstrem di Tanah Suci. "Diperkirakan 40—50 derajat Celsius," ujarnya. Suhu panas yang ekstrem ini bisa mengakibatkan risiko heatstroke pada jemaah haji. Heatstroke merupakan kondisi emergensi yang terjadi akibat suhu tubuh meningkat secara berlebih. Salah satu pemicu heatstroke adalah paparan suhu udara yang panas dalam waktu lama. Eka mengingatkan risiko heatstroke pada jemaah haji bisa meningkat jika mereka kurang minum. Oleh karena itu, sarannya, agar para jemaah haji menjaga tubuhnya tetap terhidrasi (cukup cairan). "Minum air sesering mungkin, jangan menunggu haus," tambahnya. Ia sarankan jemaah haji minum satu gelas air putih setiap dua jam. Pada sela-sela itu dijaga agar tenggorokan selalu basah dengan minum air putih. "Minum air putih sedikit-sedikit (seteguk) juga bisa," jelasnya. (Republika.co.id, 14/7) Eka juga mengingatkan agar jemaah haji sebisa mungkin menghindari paparan matahari langsung dengan menggunakan payung atau topi dan kaca mata hitam. Untuk itu, pelaksana ibadah haji menyiapkan perbekalan yang dibagikan kepada para jemaah, yaitu kaca mata ultraviolet, payung, topi, botol air minum, masker, dan semprotan air untuk wajah. Juga balsem antipegal. Di Tanah Suci, baik di Masjidil Haram maupun Nabawi, akan disiapkan 20.400 sandal cadangan. Menurut pengalaman, jemaah yang hilang sandalnya (akibat lupa pintu masuknya karena saking banyaknya pintu masjid) pulang ke pondokan tanpa alas kaki melewati aspal yang panas sehingga kakinya melepuh. Sebab, suhu panas 40—50 derajat Celsius tidak dikenal di Indonesia yang suhu tertingginya maksimal 37 derajat Celsius, juga heatstroke merupakan hal asing bagi orang Indonesia. Sebaiknya setiap jemaah senantiasa dalam koordinasi kepala rombongannya. Untuk ziarah dan sebagainya, selalu bersama rombongan awal dari Tanah Air. Sebab, merupakan kebiasaan (kurang pas) jemaah haji asal Indonesia, terutama yang merasa punya banyak duit) menyelonong pergi sendirian tergiur tawaran travel lokal untuk mengunjungi tempat-tempat tertentu. Bukan tidak boleh ziarah dan sebagainya, melainkan sebaiknya tetap bersama rombongan awal. Juga dalam shopping, janganlah membeli ambal besar dan tebal karena hanya menambah berat beban perjalanan ibadah haji. Lagi pula segala jenis ambal itu dilernya ada di Tanah Air. *** Catatan untuk teman-teman redaksi: -- istilah calon jemaah haji ketika ia mendaftar dan proses melengkapi keberangkatannya. -- tapi begitu ia melangkahkah kaki dari rumah berniat ibadah haji ke Baitullah, ia sudah menjadi jemaah haji (bukan calon lagi). Andai di bandara ia meninggal, hajinya sudah sah. Jadi beda dengan caleg, kalau tak terpilih ia tetap calon. Tepatnya, istilah jemaah calon haji (JCH) bagi haji yang berangkat ke Tanah Suci itu keliru, menyalahi syariat ibadah haji yang berlaku sejak langkah pertama meninggalkan rumah. Dan ibadah haji sebenarnya tak berburu gelar, jadi perlu istilah "calon" begitu.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar