KIAN mencolok dominasi orang parpol di kepemimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mahkamah Konstitusi (MK) pun akhirnya membersihkan DPD dari parpol dan mengembalikan hakikat DPD sebagai perwakilan daerah. Pengurus parpol dilarang jadi calon anggota DPD. Lewat uji materi Pasal 128 Huruf l UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan Muhammad Hafidz, MK memperjelas frasa "pekerjaan lain" yang dimaksud tidak boleh menjadi anggota DPD itu, termasuk pengurus parpol. "Mahkamah penting menegaskan bahwa pengurus adalah mulai dari pusat sampai paling rendah sesuai struktur organisasi parpol," ujar Hakim MK I Gede Palguna di sidang pleno MK. (Kompas.com, 23/7) Menurut dia, MK konsisten dengan putusan-putusan terdahulu bahwa pengurus parpol tidak diperbolehkan menjadi anggota DPD. MK menyatakan Pasal 182 Huruf l UU Pemilu yang memuat syarat bagi calon anggota DPD tidak boleh memiliki “pekerjaan lain” yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan inkonstitusional. Oleh karena itu, mahkamah menilai frasa tersebut harus dimaknai dengan "mencakup pula pengurus parpol." "Apakah perseorangan WNI yang sekaligus pengurus parpol dapat atau boleh menjadi calon anggota DPD, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945," sebut Palguna. Jika ditafsirkan boleh, ini akan bertentangan dengan hakikat DPD sebagai representasi daerah. Ini juga berpotensi melahirkan perwakilan ganda. Sebab, jika calon anggota DPD yang berasal dari pengurus parpol tersebut terpilih, parpol tersebut secara faktual akan memiliki wakil, baik di DPR maupun DPD. Sekalipun misalnya yang bersangkutan menyatakan sebagai perseorangan saat mendaftarkan diri sebagai anggota DPD. Prinsip hakikat DPD sebagai perwakilan daerah dan harus bersih dari parpol sebenarnya sudah dipahami. Namun, dalam perubahan UU Pemilu dari waktu ke waktu, oleh para pembuat UU di DPR yang kebetulan orang parpol, larangan orang parpol masuk DPD itu diselubungi dengan frasa "pekerjaan lain". Pembatasan yang ditegaskan ulang oleh MK ini penting untuk menjaga kemurnian perjuangan daerah, agar tidak tereliminasi oleh kepentingan parpol. Lagi pula, parpol telah menguasai DPR dan eksekutif (hanya calon dari parpol yang bisa jadi presiden) juga mendominasi calon kepala daerah, semestinya cukup bagi parpol. Tidak harus menjarah ke luar wilayah kekuasaannya, karena untuk mengisi peluang yang tersedia buat parpol saja pun parpol kekurangan kader yang mumpuni. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar