Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 06-02-2020
Di Bumi Bangsa Anti-Imperialisme!
H. Bambang Eka Wijaya
BUMI Indonesia dari Sabang sampai Merauke adalah tempat tumpah darah para pahlawan bangsa menentang kolonialisme-imperialisme sejak kedatangan VOC Abad 16.
Darah Sultan Hasanuddin, Pattimura, Teuku Umar, Tjut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Raja Sisingamangaraja XII, Radin Inten II dan lain-lain serta pengikutnya, telah menjiwai sang bumi dengan semangat anti-imperialisme. Itu membuat negeri ini jadi bumi yang tandus bagi setiap benih imperialisme yang coba ditanam di sini.
Bayangkan, dalam priode 2014-2019, telah dibuat 16 paket kebijakan untuk memuluskan investasi asing masuk ke negeri ini, tapi pada 2019 yang mestinya masa panen kebijakan tersebut, Menkeu Sri Mulyani justru menemukan kontribusi investasi pada PDB hanya 4,74% terhadap pembentukan modal tetap bruto (PMTB). (m.kontan.co, 29/1/2020)
Sebelumnya pada 2018, menurut data United Nation Conference on Trade and Development (UNTAD, 12/6/2019), Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia hanya sebesar 6,7% dari PMTB, itu pun hengkang (outward) 2,5%. Jadi efektifnya hanya 4,2%.
Demikianlah tandusnya bumi bangsa ini bagi benih-benih imperialisme. Utamanya imperialisme modern yang digambarkan Bung Karno dalam "Indonesia Menggugat" (1930):
Bung Katprno mendefinisikan imperialisme sebagai nafsu atau sistem yang menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri lain. Imperialisme tidak hanya dijalankan dengan bedil atau meriam, tetapi juga dengan 'putar lidah', 'cara halus-halusan', dan penetrasi damai.
Ada dua jenis imperialisme berdasarkan cara akumulasi keuntungannya, yakni imperialisme tua dan imperialisme modern. Imperialisme tua sebagaimana East India Company (EIC) dan VOC, ditopang dengan cara-cara akumulasi primitif, perampasan dan kekerasan. Sedang imperialisme modern, yang mulai merambah Indonesia di abad 19 dan 20, berbasiskan pada liberalisasi investasi, perdagangan bebas, dan komersialisasi tanah.
Salah satu cirinya adalah menjadikan Indonesia sebagai tempat atau lapangan usaha bagi penanaman modal asing. Tapi dari fakta-fakta empiris kurun terakhir terbukti, Indonesia telah menjadi bumi tandus bagi investasi asing langsung (FDI). Sehingga, investor lebih cenderung 'hit and run' di pasar saham dan obligasi.
Namun, kini pemerintah menyiapkan Omnibus Law untuk menyuburkan bumi pertiwi yang tandus bagi investasi asing itu. Bagaimana hasilnya, sejarah kelak membuktikan. ***
0 komentar:
Posting Komentar