Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 04-02-2020
Mencetak Lulusan Jadi Alat Produksi!
H. Bambang Eka Wijaya
DUNIA pendidikan dewasa ini sedang diformat menjadi mesin materialisme yang mencetak lulusannya menjadi alat produksi dalam sistem ekonomi kapitalisme liberal.
Pemangkasan masa kuliah S-1 dari 8 semester menjadi 5 semester untuk memberi kesempatan buat mahasiswa magang di luar prodinya, dan penghapusan Direktorat Kesenian yang memayungi seni peran (teater), sastra, seni tari, seni rupa, dan seni tradisi dari nomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, merupakan komponen dari mesin materialisme tersebut.
Tulisan ini mengacu pada kuliah umum Joko Widodo di Universitas Negeri Manado (Kompas.com, 10/5/2014) tentang Trisakti Bung Karno. "Ada tiga pilar bangsa yang kita punya. Berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan," ujar Jokowi.
Mengenai berkepribadian dalam kebudayaan, Jokowi mengatakan bahwa bangsa Indonesia sudah banyak diserbu kebudayaan asing sehingga kebudayaan asli Indonesia tergerus.
Malangnya, ketika kekuasaan Jokowi di priode kedua, seni budaya nasional yang menjadi akar kepribadian bangsa itu semestinya diperkuat secara at all cost, tapi malah digerus sendiri oleh kekuasaan negara.
Hal itu terjadi lewat penghapusan Direktorat Kesenian dari nomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal direktorat tersebut mewadahi sejumlah seni budaya nasional yang merupakan akar kepribadian masyarakat bangsa.
Menurut budayawan Radhar Panca Dahana dalam "Sakratul Maut Seni Budaya" (Kompas, 21/1/2020), direktorat tersebut diganti menjadi Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru.
Apakah dengan begitu berarti kepribadian masyarakat bangsa kita mau ditukar dengan kepribadian Barat lewat banjirnya film dan musik mereka di era digital ini? Serta lewat media baru masyarakat kita yang hidup rukun damai dalam keberagaman budaya ingin diubah jadi masyarakat conflict-oriented, sebagaimana kecenderungan kuat dari ideologi di balik media (sosial) baru?
Penyingkiran seni budaya itu bukan mustahil justru sebagai penyempurna upaya menjadikan manusia Indonesia sebagai barisan alat produksi dalam sistem industri kapitalisme liberal.
Artinya, baik sistem pendidikan maupun seni budaya yang difasilitasi negara, semua menjadi kesatuan mesin pencetak manusia sebagai alat produksi.
Banyak teori mengungkap hadirnya barisan manusia suatu bangsa jadi alat produksi terjadi akibat kecelakaan sejarah. Tapi di negeri kita celaka, karena hal itu terjadi by disign. ***
0 komentar:
Posting Komentar