Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 18-02-2020
Walhi Menolak RUU Cipta Kerja!
H. Bambang Eka Wijaya
WAHANA Lingkungan Hidup (Walhi) secara tegas menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja dengan alasan tidak berpihak pada lingkungan hidup dan partisipasi publik. "Dibahas saja tidak pantas," kata Boy Even Sembiring, Manajer Kajian Kehijakan Eksekutif Nasional Walhi, dalam keterangan tertulis.
"RUU ini pantas disebut sebagai RUU cilaka, karena pengesahannya hanya memperhatikan dan mengakomodir kepentingan bisnis. Sama sekali tidak menaruh ruang perlindungan pada hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," tegas Boy.
Ada dua hal utama yang menjadi pokok masalah dalam draf RUU Cipta Kerja ini. Pertama, direduksinya norma pertanggungjawaban hukum korporasi. Ini terlihat dari revisi Pasal 88 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Pasal yang masih berlaku saat ini berbunyi:
"Setiap orang yang tidakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup tanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan."
Dalam Pasal 23 ayat 35 draf RUU Cipta Kerja Pasal tersebut diadopsi dengan frasa "tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan" dihapus.
"Dihapusnya unsur "tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan" dikhawatirkan mengaburkan pengoperasian ketentuan itu. Ketika terjadi kesalahan penanganan Bahan Berbahaya Beracun (B3) perusahaan, banyak rakyat jadi korban, tapi penanggung jawab bencana itu malah diberi peluang lolos dari jerat hukum.
Direduksinya norma hukum tersebut, penanganan B3 menjadi kurang hati-hati, ini mengancam jiwa warga.
Boy juga menyoroti diubahnya Pasal 49 UU Kehutanan, yang berbunyi: "pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di area kerjanya."
Namun dalam draf Omnibus Law, pasal itu diubah menjadi, "pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya."
"Tidak ada kewajiban bertanggung jawab terhadap kebakaran di area konsesinya di RUU Cipta Kerja, diubah sekadar bertanggungjawab untuk melakukan upaya pendegahan dan pengedalian kebakaran," kata Boy. Kompas.com, 14/2/2020)
Walhi juga menyoroti dihapusnya ruang partisipasi publik dengan dihilangkannya Pasal 93 UU PPLH, yang mengatur setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap berbagai keputusan tata usaha negara yang dinilai tidak sesuai ketentuan. ***
0 komentar:
Posting Komentar