Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 20-02-2020
Omnibus Law itu Vivere Veri Coloso!
H. Bambang Eka Wijaya
DUA penolakan terhadap isi RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Komunitas Pers Indonesia (AJI, IJTI, PWI, dan LBH Pers) terkait lingkungan hidup dan kemerdekaan pers, terkesan Omnibus Law Cipta Kerja ini vivere veri coloso, menyerempet-nyerempet bahaya.
Penolakan Walhi berfokus pada tanggung jawab atas B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang lewat RUU ini pihak korporasi malah diberi peluang lolos dari jerat hukum. Hal ini amat berbahaya, karena kesalahan atas B3 berakibat fatal terhadap manusia, makhluk lain beserta lingkungannya.
Karena itu secara universal berlaku aturan siapa atau apa pun yang menguasai, menangani, dan mengelola B3 harus bertanggung jawab mutlak atas keamanannya, sehingga jika terjadi kecelakaan, kejadiannya itu sendiri sebagai bukti ia telah bersalah, tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Tapi dalam RUU tersebut frasa "tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan" dihapus, sehingga terbuka peluang pihak yang seharusnya bertanggung jawab mutlak itu untuk lolos dari jerat hukum. Ini jelas berbahaya.
Kedua, diubahnya Pasal 49 UU kehutanan, dari bunyi aslinya: "pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya", di RUU menjadi "pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya".
Jadi tidak ada lagi kewajiban tanggung jawab secara hukum terhadap kebakaran di areal konsesi. Ini sangat bebahaya karena kegagalan mencegah dan mengendalikan kebakaran di areal kerjanya tak ada sanksinya.
Sementara itu, serempetan RUU Cipta Kerja ini sangat membahayakan kemerdekaan pers, karena kalau sampai ada celah sekecil apa pun buat pemerintah campur tangan lagi dalam kehidupan pers, maka kemerdekaan pers yang sangat dibanggakan bangsa ini, akan tamat riwayatnya. Dan para wartawan yang hidup di zaman ini akan dikutuk oleh generasi penerus profesinya, karena gagal mempertahankan satu-satunya milik wartawan yang amat mulia.
Kemerdekaan pers itu terancam oleh RUU Cipta Kerja yang akan membuat peraturan pemerintah tentang pengenaan sanksi administratif bagi perusahaan media. Peraturan pemerintah itu menjadi "jalan tikus" bagi pemerintah untuk kembali mengatur kehidupan pers seperti di era Orde Baru.
Dipikir mendalam, tak ada kaitan soal administratif pers dengan investor. Kesannya justru, RUU Cipta Kerja ini "nyambi" untuk menghabisi kemerdekaan pers. ***
0 komentar:
Posting Komentar