Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 26-02-2020
RI Dicoret dari Negara Berkembang!
H. Bambang Eka Wijaya
AMERIKA Serikat (AS) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal itu dilakukan lewat Kantor Perwakilan Dagang AS di WTO (USTR).
Dilaporkan Reuter Minggu (23/2), Trump mengaku jengkel dan merasa negaranya banyak dirugikan karena banyak negara yang pura-pura jadi negara berkembang agar mendapat perlakuan istimewa dalam beberapa kesepakatan dagang di WTO.
"WTO itu rusak ketika negara-negara kaya di dunia mengklaim sebagai negara berkembang untuk menghindari aturan WTO dan mendapat perlakuan khusus. Tak boleh lagi!" tulis Trump di akun Twitternya.
Trump mengirimkan memo kekecewaannya yang meminta USTR agar mencabut status negara berkembang pada sejumlah negara anggota WTO dan melobi organisasi itu agar lebih selektif dalam aturan status negara berkembang yang dinilainya merugikan AS dalam kesepakatan dagang multilateral.
Dalam memo itu Trump "menggerutu" karena beberapa negara seperti Tiongkok yang mengambil banyak keuntungan dari status mereka, untuk mempertahankan tarif bea masuk dan hambatan perdagangan lainnya guna mendorong industri dalam negeri mereka sendiri.
AS menggandeng Jepang dan Uni Eropa merumuskan cara agar aturan di WTO bisa direvisi. Namun mengubah aturan WTO bukan hal mudah, karena organisasi yang dibentuk 1995 itu punya mekanisme sendiri dengan 164 negara anggotanya.
Menyandang status negara berkembang memang menguntungkan dari sisi perdagangan. Itu karena barang impor dari negara berkembang yang masuk ke AS mendapatkan bea masuk yang lebih rendah dibanding komoditas negara maju.
Aturan memberi perlakuan istimewa dalam perdagangan bagi negara-negara berkembang ditujukan untuk membantu negara-negara tersebut keluar dari kemiskinan.
Dampak kebijakan tersebut akan berpengaruh pada perlakuan berbeda dan istimewa dalam perdagangan Indonesia ke AS.
Salah satu yang terpengaruh batasan minimum (de minimis treshold) untuk marjin subsidi agar penyelidikan bea masuk anti-subsidi (BMAS) selesai. Batasan minimum tersebut menjadi semakin kecil.
AS tercatat mengenakan 11 inisiasi instrumen anti-subsidi terhadap produk ekspor Indonesia.
"Dengan total 11 inisiasi tersebut, AS menjadi negara yang paling sering menginisiasi penyelidikan anti-subsidi terhadap produk asal Indonesia," ujar Pradnyawati, Direktur Pengamanan Perdagangan, Kemendag. (Kompas.com, 22/2/2020)
Indonesia menanggapi perubahan status itu dengan menegaskan kebijakan USTR tidak berdasar. ***
0 komentar:
Posting Komentar