Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 07-02-2020
Mahasiswa Gerudukan Cari Magang!
H. Bambang Eka Wijaya
ANDAI kebijakan Kampus Merdeka hari ini berlaku di Universitas Lampung (Unila). Para mahasiswa semester enam ke atas keluar dari kampus meninggalkan prodinya untuk mencari tempat magang. Jumlah mereka sepertiga dari 32.000 mahasiswa Unila, sekitar 10.000 orang.
Bayangkan 10 ribu mahasiswa 4selesai kuliah lima semester harus gerudukan dalam kelompok-kelompok besar mendatangi kantor-kantor di Bandar Lampung mencari tempat untuk magang dua semester. Di mana mereka bisa temukan tempat magang sebanyak itu?
Pertama kita lihat mahasiswa fakultas hukum. Ada berapa banyak kantor pengacara hukum yang bisa menampung mereka untuk magang. Tak cukup. Lantas apakah mereka bisa magang jadi jaksa, jadi hakim? Mustahil.
Kemudian mahasiswa FISIP, gerudukan ke kantor koran seperti Lampung Post, Radar, dan Tribun. Tapi sedemikian banyak mahasiswa, untuk rapat proyeksi saja kursinya kurang. Apa harus membawa kursi dari rumah setiap mau rapat redaksi?
Mahasiswa FKIP, ke sekolah-sekolah untuk magang mengajar. Para guru honorer yang sedang kelimpungan nyaris di setiap sekolah karena nasibnya di ujung tanduk oleh upaya menghabisi tenaga honorer, bisa saja melihat para mahasiswa sebagai pesaing untuk menyingkirkan mereka.
Itu baru dari satu universitas dan dari beberapa fakultasnya. Padahal banyak universitas lain, lengkap semua fakultasnya, yang juga harus menjalankan kebijakan Kampus Meredeka. Seperti UBL, UML, Malahayati, UTI, Umitra, dan lain-lain. Akan berapa banyak mahasiswa yang gerudukan cari tempat magang?
Bisa jadi belasan ribu orang. Dan belum tentu separoh dari mereka segera mendapat tempat magang. Alhasil, setiap hari ribuan mahasiswa yang tersisa akan selalu berusaha keras tak kenal menyerah dalam kelompok-kelompok gerudukan pencari magang. Bayangkan kelompok gerudukan itu kian kemari dalam jumlah ribuan, setiap hari. Bisa seperti demo mahasiswa tanpa henti.
Jika kondisi itu berlarut, antarkelompok mahasiswa beda fakultas, bahkan beda kampus, bisa saling lirik, saling senggol, akhirnya terjadi gesekan. Akibatnya bisa terjadi gejolak (Volatility), dalam ketidakpastian mendapatkan tempat magang (Uncertainty), demikian banyak mahasiswa dengan berbagai latar belakang hingga situasinya kompleks (Complexity), akhirnya mereka jadi kebingungan sendiri (Ambiguity).
Malang nian, kalau oleh Kampus Merdeka para mahasiswa itu dipercepat terjebak dalam krisis VUCA. Jadi plis..., jangan jadikan mahasiswa kelinci percobaan. ***
0 komentar:
Posting Komentar