Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 18-07-2020
Cegah, Pendapatan Perkapita Longsor!
H. Bambang Eka Wijaya
AWAL Juli Bank Dunia merilis, Indonesia naik kelas jadi negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income). Kenaikan itu didasarkan pada pendapatan perkapita sebesar 4.050 dolar AS/tahun, melewati batas atas lower middle income 4.045 dolar AS.
Pendapatan perkapita yang jadi dasar itu tahun 2019. Kelebihannya dari batas atas lower middle income tipis sekali. Hanya 5 dolar AS. Bayangkan, ekonomi tahun 2020 ditekan pandemi Covid-19, pendapatan perkapita juga mungkin turun.
Kita tentu harus menjaga muka bangsa agar tak malu, baru naik kelas langsung kembali turun lagi akibat pendapatan perkapita tahun 2020 longsor.
Karena itu, pada Semester Dua 2020 ini harus diusahakan keras secara nasional upaya mencegah longsornya pendapatan perkapia bangsa Indonesia.
Beratnya upaya mencegah kemerosotan pendapatan perkapita 2020 itu tergambar pada laporan peningkatan Kemiskinan Maret 2020 yang baru dirilis BPS. Padahal Maret itu baru awal serangan virus korona di Tanah Air. PSBB pertama dierapkan 31 Maret. Artinya dampak negatifnya belum efektif di bulan Maret.
Tapi itu pun pendapatan warga muskin dan hampir miskin sudah anjlok. Lebih parah lagi di Triwulan II 2020, April-Juni.
Untuk mencegah longsornya pendapatan perkapita, pada Semester Dua ini berbagai bansos dan BLT dan BST ditingkatkan dari sebelumnya. Kalau selama ini penerima suatu bentuk bantuan tak boleh menerima bantuan bentuk lain, perlu dibuat sejenis bansos sapujagat, yang bisa menyiram semua kategori penerima bantuan.
Pemerintah harus realistis, BLT sebulan Rp600 ribu atau per hari Rp 20 ribu, per keluarga terdiri dari 4 jiwa jadi per jiwa sehari Rp 5 ribu. Bisa dapat apa?
Kata kunci pemulihan ekonomi nasional pada daya beli masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah. Sehingga, memperkuat daya beli rakyat secara langsung menjadi pilihan, utamanya menyangga tingkat konsumsi yang menjadi andalan PDB sebagai pokok hitungan pendapatan perkapita.
Untuk itu kalau jumlah defisit APBN sudah mentok, demi menjaga pendapatan perkapita tak melorot jauh tahun ini, siapkan realokasi dari anggaran yang tidak langsung menahan longsornya pendapatan perkapita.
Seperti dana Rp152 triliun yang diungkap anggota Banggar DPR RI Sukamta diberikan bantuan kepada BUMN, bisa dialihkan ke bansos sapujagat. Karena BUMN selaku badan usaha bisa cari dana di perbankan, juga bertentangan dengan pernyataan Erick Tohir, (Kompas.com, 13/6/2020) BUMN tak akan pakai APBN. ***
0 komentar:
Posting Komentar