Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

BuzzerRp Ancam Kemerdekaan Pers!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 13-02-2021
BuzzerRp Ancam Kemerdekaan Pers!
H. Bambang Eka Wijaya

SOAL BuzzerRp jadi sorotan, dari Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli, Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, sampai Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid. Mereka tegas menyebut BuzzerRp ancaman terhadap kemerdekaan pers.
Arif Zulkifli menyorot fenomena buzzerRp ketika diwawancara detinNews untuk menanggapi pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang menekankan pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Pramono mengatakan itu saat mengucapkan selamat Hari Pers Nasional. (detikNews, 10/2)
Bisa dipahami, Pramono Anung meneruskan harapan Presiden Jokowi di acara Ombudsman RI, Senin (8/2). Jokowi meminta masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah. (Kompas.com, 8/2)
BuzzerRp atau pendengung adalah cyber army bayaran berupa sejumlah akun anonim. Mereka menyerang bersama seseorang atau medianya, ketika menyiarkan konten yang dinilai merugikan suatu lembaga atau orang.
Seperti yang dialami Cakrayuri, wartawan Liputan6.com, diserang dengan materi yang meneror dirinya secara bertubi-tubi,tak henti dsri sore hingga jsuh malam. Sampai akhirnya ia lapor ke polisi.
Arif menegaskan, kehadiran buzzer itu membahayakan kebebasan pers. Dalam benerapa kasus, kata Arif, buzzer menyerang jurnalis yang membuat berita dan menurunkan kredibilitas media.
Dalam beberapa kasus, kehadiran buzzer dinilai menguntungkan pemerintah. Namun menurut Arif belum ada bukti bahwa pemerintah menggerakkan buzzer.
Kucurigaan masyarakat buzzer digerakkan pihak tertentu, karena kalau ada orang yang diduga luas sebagai buzzer, diadukan oleh organisasi resmi pun tidak diapa-apakan. Tapi kalau orang yang mengeritik pemerintah, ditangkap dan ditahan.
Sementara Ketua Umum Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, saat mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional, menyatakan musuh terbesar pers saat ini adalah para buzzer media sosial.
Dalam usaha mencerdaskan bangsa, ujar Haedar, fungsi pers --yaitu media cetak, televisi, radio, dan kini media online-- niscaya menjadi pranata sosial yang mengedukasi elite dan warga bangsa agar menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, cerdas, beretika, dan berdaya kritis.
Alissa Wahid menyebut buzzer dengan digital mobocracy, demi kepentingan kekuasaan ngeroyok orang di dunia digital dan itu brutal.
Menurut Alissa perlu dibangun iklim di mana orang tidak takut berpendapat. Jangan sampai seperti teman-teman yang kritis, tiba-tiba ada kasus atau yang aneh-aneh. ***





0 komentar: