Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pemulihan Konsumsi RT Lebih Lambat!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 10-02-2021
Pemulihan Konsumsi RT Lebih Lambat!
H. Bambamg Eka Wijaya

PEMULIHAN Konsumsi Rumah Tangga selama pamdemi Covid-19 pada rentang 0,43% - 1,27% per kuartal, lebih lambat dibanding pemulihan ekonomi nasional yang lajunya berada pada rentang 1,30% - 1,83% per kuartal.
Itu dapat dilihat pada data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Jumat (5/2), dalam pemulihan ekonomi yang terjadi bertahap dari kuartal II 2020 terkontraksi minus 5,32% yoy, kuartal III 2020 membaik jadi minus 3,49% yoy, dan pada kuartal IV 2020 menjadi minus 2,19% yoy. Dengan itu, perumbuhan ekonomi tahun 2020 menjadi minus 2,07% yoy.
Sementara konsumsi rumah tangga tahapan pemulihannya lebih lambat. Dari kontraksi pada kuartal II 2020 minus 5,21% yoy, pada kuartal III 2020 kontraksi minus 4,04% yoy, dan kuartal IV 2020 kontraksi minus 3,16% yoy.
Lebih lambatnya laju pemulihan konsumsi rumah tangga ini kalau tidak diatasi bisa berakibat menggandoli pertumbuhan ekonomi nasional untuk keluar dari resesi pada akhir kuartal I 2021. Sebab, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap produk domestik bruto (PDB) amat besar, seperti pada kuartal III 2020 mencapai sebesar 57%.
Karena itu, kalau laju pemulihan konsumsi rumah tangga tidak dipacu, bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi secara umum, dan bisa mengganjal negeri kita keluar dari resesi.
Apalagi kalau komponen konsumsi rumah tangga pada awal 2021 ini justru dipreteli, seperti bantuan subsidi gaji pekerja bergaji Rp5 juta ke bawah ditiadakan. Laju pemulihan konsumsi rumah tangga bisa menjadi lebih lamban lagi.
Betapa,  selama pandemi konsumsi rumah tangga digenjot habis dengan berbagai ragam bantuan sosial (bansos) pun, laju tumbuhnya masih cenderung tertinggal dari pemulihan ekonomi secara umum. Konon lagi jika komponennya malah dipreteli.
Untuk memacu laju pemulihan konsumsi rumah tangga ini, sebenarnya amat diharapkan kelas menengah Indonesia yang jumlahnya sejak 2017 sudah eksponensial, untuk berbelanja lebih banyak dengan kemampuan ekonominya.
Tapi kelas memengah milenial tidak seperti baby boomer yang gemar belanja. Justru sebaliknya, kelas menengah milenial yang dibesarkan dengan krisis per dekade, dari krismon 1998 ke krisis keuangan global 2008, ke resesi Covid-2019, cenderung lebih berhemat dengan orientasi menabung untuk masa depan. Uangnya ditimbun di bank.
Maka itu, tanpa gelontoran bantuan ke kelompok kurang mampu di lapisan terbawah, upaya membuat konsumsi rumah tangga kembali digdaya menopang pertumbuhan ekonomi, tak mudah. ***


0 komentar: