Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 22-02-2021
Kuimpikan Pabrik Mobil Listrik Tesla!
H. Bambang Eka Wijaya
"MIMPIKAH diriku, meblihat dirimu, kerja di pabrik mobil listrik, dalam mimpimu, namun terasa jauh," Amir mendendangkan irama lagu Dewi Yull, Kau Bukan Dirimu Lagi.
"Jelas jauhlah," sambut Umar yang disindir dengan lirik nyanyian Amir. "Karena pabrik mobil listrik Tesla yang kuimpikan jadi tempat kerjaku jadi dibangunnya di Bangalur, India."
"Lho, katanya tim pabrik Tesla sudah datang bernegosiasi untuk membangun pabrik mobil listrik di Indonesia, negara paling kaya di dunia sumber daya alam nikelnya?" Timpal Amir.
"Mungkin tim Tesla itu tidak belajar geografi, sehingga Bangalur mereka kira bagian dari wilayah Indonesia," jawab Umar. "Karena itu, mereka negosiasi di Indonesia, membangun pabriknysa di Bangalur."
"Kalau begitu mingkin nantinya, meski pabriknya di sana, capnya dipasang 'made in Indonesia'!" tebak Amir.
"Kalau itu hampir pasti," sambut Umar, "Tapi cap made in Indonesia itu bukan di bodi mobil atau mesinnya, tapi pada baterainya. Karena bahan utama pembuatan baterai mobil listrik itu nikel, sedang tambang nikel tak ada di India. Adanya hanya di Indonrsia.
"Belum tentu juga begitu," timpal Amir. "Selama ini sudah cukup banyak nikel yang dikirim penambang ke Tiongkok, tapi produk-produk bsrang bernikel Tiongkok yang bahan bakunya dari Indonesia tetap keluar dengan made in China."
"Jangan-jangan kalau realisasinya kerja sama Tesla di Indonesia hanya membuat baterai mobil listrik, pabrik Energy Storage System, seperti dugaan Kompas.com (18/2/2021), sebagai karya cipta mereka malah bisa saja mereka pasang cap 'made in USA'!" entak Umar. "Seperti halnya nikel yang dikeruk penambang asal Tiongkok, kita cukup berbangga bahwa nikel yang menyebar di dunia itu berasal dari Indonesia. Reputasi teknologi dan nilai tambah macam-macam dari penambangan nikel, relakan saja mereka yang menikmatinya.
"Tapi bangsa Indonesia harus menolak tegas kemungkinan perlakuan yang merendahkan diri mereka seperti itu, termasuk terhadap output produksi nikel yang ditambang Tiongkok selama ini, jejak keindonesiaan produk akhirnya tak kelihatan, apalagi aneka nilai tambah benefitnya bagi kita," entak Amir.
"Memang," potong Umar. "Posisi tawar negeri kita sebagai pemilik terbesar cadangan nikel dunia, seharusnya menjadi andalan bargaining untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dalam setiap negosiasi terkait penggunaan nikel. Bukan malah terkesan diobral murah meriah barang langka warisan buat anak-cucu bangsa itu." ***
0 komentar:
Posting Komentar