Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Mudik, Rindu pada 'Sangkan Paran'!

"SIBUK nian cari pinjaman koper, mau mudik ke mana?" tanya Edi.
"Gua Lebaran ke Jakarta, bukan mudik" tegas Edo. "Mudik itu metamorfosis kata mengudik, alias ke udik! Jadi hanya orang udik yang mudik, pulang ke udik! Sedang aku, bukan nyombong, lahir dan besar di Jakarta! Karena itu, Lebaran aku pulang ke Jakarta! Semua sepakat, Jakarta bukan udik!"
"Bukan sombong, tapi arogan!" entak Edi. "Orang mudik karena rindu kampung halaman! Sedang kau, orang Jakarta, tak punya kampung halaman! Tak ada kamusnya orang rindu kota halaman!"

"Bukan kampung atau kota halaman benar yang dirindukan, tapi tempat asal kita!" timpal Edo. "Kalau sekadar kampung atau kota di mana pun ada! Tapi tempat dari mana kita berasal, cuma ada satu, itulah yang dirindukan!"
"Dalam bahasa nenekku asal-usul dari mana kita datang itu disebut sangkan paran!" tegas Edi. "Di hari suci Idulfitri, kerinduan pada sangkan paran dorongan inner dynamic bawaan lahir--naluri--itu, kata nenek, sebenarnya sebagai pengantar kerinduan dari yang abadi dalam diri kita pada sangkan paraning dumadi, asal-usul dari mana sejatinya kita datang--ke mana pula semua akan kembali! Dorongan kerinduan seperti itulah yang menggerakkan puluhan

juta orang bergerak mudik seperti gabah diinteri--diputar di tampah (nyiru)--menuju ke asal masing-masing!"

"Dan untuk itu orang rela menghabiskan semua tabungannya sepanjang tahun, bahkan ada yang sampai berutang dibayar setahun ke depan!" tukas Edo. "Hal itu terjadi akibat ingin dirinya tampak layak dan memadai dalam kepulangannya ke kampung, seperti juga saudara atau teman-temannya yang justru menjadikan event mudik sebagai unjuk sukses di rantau!"

"Sikap berlebihan saat mudik itu sebenarnya tak perlu, apalagi kalau harus lewat mengutang!" tegas Edi. "Seperti kau, hanya tiga hari di rumah ibumu, tak perlu pakai kopor besar hanya untuk pamer gombal milikmu pada kerabat!"
"Terus terang saja kalau tak ikhlas kupinjam koper besarmu, jangan menyindir!" timpal Edo. "Aku pinjam kopor besar bukan untuk pamer gombal, tapi membawa pakaian yang sudah tak kupakai lagi untuk dibagikan pada famili yang memang mengharapkan! Lalu pulangnya nanti kuisi oleh-oleh buat kalian!"

"Jangan keburu marah! Aku cuma memberi contoh!" tegas Edi. "Maksudku, sikap berlebihan waktu mudik itu tak perlu, terutama dalam hal membawa barang, karena sangat merepotkan! Apalagi kalau naik kendaraan umum, dalam jubelan penumpang berebut naik bus atau kereta api kelas ekonomi, bisa lolos tubuh sebatang masuk kendaraan saja sudah syukur! Jadi cukup apa adanya saja! Karena, ketika kerinduan mudik ke sangkan paraning dumadi tiba, kita juga tak membawa segala macam daki dunia itu, kok!" n 

0 komentar: