"KENAPA usai zikir salat magrib tadi nenek terisak-isak?" tanya cucu.
"Saat itu tadi, nenek sedih karena Ramadan lebih singkat! Padahal, kerinduan nenek pada Ramadan belum sembuh sepenuhnya!" jawab nenek. "Aku sedih karena harus merindukannya sepanjang tahun lagi, itu pun kalau usia nenek sampai!"
"Orang-orang lain gembira Ramadan lebih singkat karena bisa cepat Idulfitri dan kembali suci seperti bayi, nenek malah meratapi berlalunya!" tukas cucu. "Kalau sepanjang tahun harus puasa dan beribadah terus siang dan malam seperti Ramadan, mana orang tahan?"
"Bagi orang yang tahu ibadah Ramadan jika diterima Allah nilainya tak terhingga, rida-Nya dunia akhirat, pasti juga menginginkan semua hari yang dilaluinya bernilai seperti Ramadan!" tegas nenek. "Bulan yang di dalamnya terdapat malam bernilai seribu bulan--86 tahun lebih--sehingga beribadah pada malam itu sama dengan beribadah penuh seumur hidup! Pantas kan, nenek mendambakan selalu berada di bulan itu?"
"Sangat pantas!" jawab cucu. "Tapi ibadah dalam bulan itu kan harus disempurnakan dengan melunasi zakat fitrah dan ibadah Idulfitri! Dengan begitu juga bisa diartikan, Ramadan memang dibatasi agar bisa maksimal beribadah dalam bulan tersebut, sekaligus disempurnakan di bagian akhirnya dengan ibadah Idulfitri!"
"Dengan hakikat Idulfitri sebagai penyempurna ibadah Ramadan, bukankah semangat beribadah harus lebih kental dalam Idulfitri, bukan seperti yang gamblang terlihat. Idulfitri malah dijadikan kesempatan untuk konsumtif habis-habisan, puncak
"Ah, Nenek menyadari hal itu juga setelah usia Nenek entah sampai Ramadan mendatang atau tidak!" tukas cucu. "Seingatku, waktu aku masih kecil dulu, setiap Idulfitri Nenek malah lebih konsumtif dari mereka!"
"Memang!" nenek mengakui. "Alangkah baiknya jika kesadaran tersebut datang lebih cepat, sejak muda! Sebab, takdir usia siapa tahu? Selamat Idulfitri!" ***
0 komentar:
Posting Komentar