“RUSAKNYA sistem hukum ditabrak perppu plt. (pelaksana tugas) pimpinan KPK justru dikatakan penasihat presiden, Adnan Buyung Nasution, saat diwawancara Metro TV soal kesediaannya menjadi tim seleksi plt.!” ujar Umar. “Buyung menyebut kesiapannya itu, to reduce the damages—untuk mengurangi kerusakan! Ia mengaku baru diajak bicara setelah perppu keluar, sehingga cuma bisa memberi saran untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan perppu!”
“Dari pernyataan lanjutan Buyung yang berujung desakan agar Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji dinonaktifkan, tersimpul Buyung sendiri menilai dasar perppu tak kuat, hanya berdasar penetapan status tersangka dua pimpinan KPK atas tuduhan penyalahgunaan wewenang, padahal kewenangan instansi lain itu di luar domain polisi!” sambut Amir. “Lebih lagi kalau motif pemaksaan status tersangka itu hanya untuk menghentikan penyelidikan KPK terhadap Susno Duadji dalam skandal Bank Century! Menyadari kelemahan penetapan status tersangka atas dua pimpinan KPK itu, Polri kemudian manuver dengan mengubah kasus suap sebagai kesalahan pimpinan KPK! Sedihnya, pernyataan Kapolri terkait kasus suap itu dibantah ’saksi mahkota’, Ary Muladi, bahwa dia tak pernah bertemu langsung dengan pimpinan KPK—Bibit, Chandra, dan Antasari—seperti disebut Kapolri!”
“Jadi semakin jelas, tindakan Polri terhadap dua pimpinan KPK—Bibit dan
“Itu membuat wajar jika pimpinan komisi-komisi negara independen seperti Komnas HAM, Komisi Kepolisian Nasional, PPATK, Komnas Perempuan, KPI, dan lainya menjadi ketakutan terhadap kriminalisasi, karena tugasnya sering menyangkut investigasi di kubu-kubu kekuasaan, yang telah tergugus dalam rezim macht-staat—seperti dialami KPK, saat melaksanakan tugas dengan mudah dibalik jadi tersangka lewat rubber law system yang bisa molor untuk dicolokkan ke mana saja!” tukas Amir. “Siapa tak takut hukum bisa berubah kapan saja, tergantung selera rezim!” n
1 komentar:
rezim yang menyuburkan korupsi. rezim pula yang bisa menghancurkan. pilihan ada pada hati
Posting Komentar