"MK--Mahkamah Konstitusi--memberi waktu tiga tahun sejak 19 Desember 2006 untuk mengganti pengadilan ad hoc tipikor--tindak pidana korupsi--yang keberadaannya ditetapkan pada satu pasal UU KPK, dengan Pengadilan Tipikor yang berdiri dengan UU sendiri!" ujar Umar. "Namun, hingga masa bakti DPR akan berakhir 30 September 2009, rapat Pansus (Panitia Khusus) dan Panja (Panitia Kerja) tak pernah kuorum! Sementara anggota DPR yang serius berusaha menyelesaikan RUU itu menempatkan pengadilan tipikor sebagai bagian atau dalam pengadilan negeri!"
"Pantas Ketua MK Machfud M.D. sampai menggelar konferensi pers untuk menegaskan, pengadilan tipikor bukan subordinat dari pengadilan negeri!" sambut Umar. "Menurut Machfud, maksud MK agar tak ada dualisme--pengadilan khusus tipikor di pengadilan umum--format pengadilan tipikor ke depan adalah satu kamar tersendiri dalam lingkungan peradilan umum! (Kompas, [2-9]) Jadi, bukan disatukan dan di bawah (subordinat) pengadilan negeri!"
"Proses legislasi RUU Pengadilan Tipikor tampak jadi potret lucu DPR!" tukas Umar.
"Usaha memperlemah apalagi menggagalkan RUU yang menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi sebagai amanat reformasi, jelas suatu tindakan yang tak terpuji!" timpal Umar. "Konon pula, Presiden SBY telah berjanji dalam kampanye untuk masa jabatannya yang kedua, kalau DPR gagal menyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor, presiden akan mengeluarkan PP pengganti UU untuk pengadilan tipikor tersebut!"
"Tapi kalau PP pengganti UU, isinya bisa sepihak sesuai kepentingan pemerintah saja!" tegas Umar. "Akan lebih baik kalau UU itu produk bersama DPR dan pemerintah!"
"Kalau terpaksa, apa boleh buat!" timpal Amir. "Kalau PP tersebut ada kekurangan, atau juga menyimpang dari amar MK, masih bisa diuji-materialkan ke MK! Diyakini, akhirnya akan sesuai hyga dengan yang diinginkan MK!"
"Meski di balik kebuntuan ada jalan keluar yang masih bisa diharapkan, tetap layak dipertanyakan kenapa DPR bersikap demikian dalam menangani RUU Tipikor?" ujar Umar.
"Apa mungkin mereka alergi terhadap segala bentuk aturan yang bisa menindak korupsi, akibat selama ini cukup banyak sejawat mereka di DPR terjerat kasus korupsi?"
"Bisa jadi!" sambut Amir. "Apalagi sebagian dari mereka masih akan duduk kembali di DPR, nanti bisa konyol kalau sampai terjerat oleh UU yang dibuatnya sendiri! Takut senjata makan tuan!"
0 komentar:
Posting Komentar