Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Nasib Seorang Guru yang Frustrasi!

"ARIF Rohmana, guru SMP 2 Cimanuk, Pandeglang, Banten, sempat ditahan 18 jam oleh Polda, akibat SMS-nya ke Ibu Negara bernada mengancam!" ujar Umar. "Pasalnya, ganti rugi dari PLTU Labuhan atas saluran udara tegangan ekstratinggi (SUTET) yang melintasi rumahnya tak memadai!"
"Soal begitu sampai ke Ibu Negara?" sela Amir.

"Awalnya si dia SMS ke pejabat PLTU! Berulang SMS tak dapat tanggapan! Lalu ke bupati, ke gubernur! Semua, tak dapat tanggapan!" jelas Umar. "Lalu Agustus tahun lalu, ia dapat nomor Ibu Negara dari temannya yang pernah ikut pengajian. Saat itu Ibu Negara memberi nomor hape-nya kepada jemaah, kalau ada masalah supaya SMS ke nomor itu! Ia pun SMS ke nomor itu! Ternyata tak dapat tanggapan. Dia ulang-ulang, tetap tak ditanggapi!

Akhirnya ia frustrasi, tak tahum engadu ke mana lagi, ia kirim SMS bernada mengancam itu!"
"Bagaimana bunyi ancamannya?" potong Amir.

"Menurut Koran Tempo (1-9), bunyinya, 'Terompet sumber malapetaka masyarakat Labuan telah kau bunyikan, mulai sekarang kaulah target kami selanjutnya!" tutur Umar. "SMS itu ia kirim tahun lalu, tapi baru sekarang direspons! Ia dibebaskan setelah meminta maaf pada keluarga Presiden!"

"Pasti berkat maaf keluarga Presiden, motifnya juga cuma frustrasi, ia dibebaskan Polda. Tanpa itu, mengancam keluarga Presiden adalah kasus sangat serius!" timpal Amir. "Kita angkat salut pada keluarga Presiden yang cepat memaafkan, sehingga sang guru bisa kembali keluarganya! Kasus ini pelajaran bagi kita, agar tak sembarang mengirim SMS ke presiden dan keluarga!"

"Tapi Presiden kan membuka jalur hotline bagi warga, siapa pun, dipersilakan menyampaikan keluhannya melalui SMS ke nomor 9949 dan surat ke Kotak Pos 9949, Jakarta 10000!" entak Umar. "Guru itu mengirim SMS juga lewat nomor yang diberikan Ibu Negara sendiri di pengajian!"
"Memang!" sambut Amir. "Karena itulah keluarga Presiden juga cepat memaafkan!"

"Maksudku, kenapa kalau Presiden membuka jalur hotline dan Ibu Negara memberikan nomor untuk menyampaikan keluhan, SMS warga berulang-ulang tak ditanggapi sehingga frustrasi?" tegas Umar. "Pangkal masalahnya di situ! Bahwa Presiden dan Ibu Negara sibuk, semua maklum! Karena sibuk, tak sempat menanggapi keluhan rakyat dari seantero Tanah Air, sebaiknya jangan buka hotline! Akibatnya, ketika keluhan yang disampaikan berulang-ulang tak ditanggapi, bisa membuat rakyat jadi frustrasi--seperti sang guru!"

"Dari nasib buruk guru itu, bukan Presiden yang harus menutup hotline-nya!" ujar Amir. "Tapi rakyat yang harus menarik pelajaran! Hotline itu untuk masalah-masalah sangat penting, bukan hal-hal tetek-bengek begitu! Seperti kasus SUTET, bukan ke presiden, tapi gugatan ke pengadilan! Putusan pengadilan justru lebih mengikat PLTU!" ***

0 komentar: