Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Citra Bangsa, Bukan Budak Antarbangsa!


"MENANGGAPI maraknya aksi massa dalam negeri memprotes perlakuan polisi Malaysia terhadap tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI yang di luar batas kemanusiaan, Presiden SBY mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menjauhi kekerasan demi menjaga citra bangsa!" ujar Umar. "Maksudnya, citra dan jati diri bangsa yang bermartabat dalam menjalin hubungan internasional tanpa kehilangan prinsip dasar politik luar negeri yang bebas aktif dan diabdikan untuk kepentingan nasional!"

"Kita sepakat kekerasan bukan cara yang benar untuk menyelesaikan masalah!" sambut Amir. "Kita juga sepakat citra dan jati diri sebagai bangsa yang bermartabat harus dijaga! Namun karena itu, aksi massa memprotes tindakan Malaysia mencederai martabat bangsa kita itu, selayaknya juga bisa dipahami sebagai usaha menjaga citra dan jati diri bangsa dimaksud!"


"Sejauh mana relevansi tindakan massa melempar Kedubes Malaysia dengan kotoran manusia dan membakar bendera mereka?" tanya Umar.

"Diakui, tindakan massa itu juga kelewat batas! Meski begitu harus dilihat, tindakan itu hanya reaksi yang sebanding dengan tindakan polisi Malaysia yang lebih dahulu kelewat batas!" jawab Amir. "Lebih jauh lagi, tindakan polisi Malaysia itu menyulut amarah massa kita yang terpendam atas nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) yang selama ini diperlakukan selayak budak oleh warga Malaysia! Jadi, esensi aksi massa yang meluas itu juga untuk menolak citra bangsa Indonesia yang dicederai warga Malaysia dengan dipandang dan diperlakukan selayak budak! Indonesia bukan bangsa budak, apalagi budak antarbangsa!"

"Citra bersifat objektif, seperti gambar sosok di cermin! Jadi, citra bukan apa yang saya katakan tentang diri saya, melainkan apa yang dipantulkan cermin tentang diri saya!" timpal Umar. "Namun, sebagai cermin buat citra bangsa kita, ternyata warga Malaysia cermin yang retak, memantulkan citra salah lewat sikap dan perlakuan mereka! Maka itu, kalau pemerintah kita bijak, aksi yang meluas itu juga lebih mendesak pemerintah kita sendiri untuk memperbaiki cermin retak itu, agar pencitraan warga Malaysia atas bangsa kita bisa lebih tepat!"

"Tegur tetangga sindir menantu! Itu peribahasa lama buat aksi massa kita!" tegas Amir. "Sayang, 'si menantu' tak bijak, tak bisa menangkap esensi pesan yang disindirkan ke tetangga! Maka itu, perbaikan citra bangsa yang dipantulkan salah lewat sikap dan perlakuan tetangga sebagai inti pesan aksi massa itu tak menjadi agenda langkah pemerintah dalam menyelesaikan masalah!" ***

0 komentar: