Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Harga Beras Tak Dinikmati Petani!


"BERAS dibeli Bulog ke petani Rp4.500/kg. Tapi di pasar, harga beras premium rata-rata Agustus 2010 mencapai Rp6.662/kg! (Kompas, 31-8). Selisih Rp2.162, atau 48 persen!" ujar Umar. "Saat panen pembelian Bulog itu harga tertinggi, hingga lazim petani menjual lebih rendah sekitar Rp4.000. Jadi, petani tak menikmati harga riil beras, di lain pihak konsumen membayar jauh lebih mahal!"

"Lebih seru lagi, beras petani yang bermutu baik dijual dalam kemasan berlabel di supermarket per karung isi 25 kg kini Rp210.000, atau Rp8.000 lebih per kg!" sambut Amir. "Kenapa harga riil beras lebih dinikmati pedagang, sedang petaninya justru dikurangi terus subsidi sarana produksi (saprodi)-nya)—pupuk dan obat-obatan antihama?"


"Itu bisa dibaca, strategi pengendalian harga beras khususnya oleh Bulog gagal! Sedang secara umum, kebijakan pemerinatah kurang berpihak pada petani!" tegas Umar.

"Dengan dua dimensi—khusus dan umum—itu, akibatnya petani hanya jadi korban, cuma jadi pelengkap penderita!"

"Realitas itu menuntut dilakukannya perubahan mendasar dalam kebijakan di sektor pertanian agar benar-benar berpihak pada kaum tani! Serta, perubahan strategi pengendalian harga beras oleh Bulog! Pokoknya, bagaimana harga riil beras dan keringanan biaya produksi dinikmati petani!"

"Penyebab harga gabah jatuh di sentra produksi saat panen, terutama infrastruktur jalan buruk!" sambut Umar. "Saat iklim buruk tanaman padi dirusak banjir, akibat infrastruktur irigasinya tak fleksibel juga sebagai saluran pembuangan air saat curah hujan tinggi! Itu diperparah lagi oleh akses petani mendapatkan benih unggul tahan wereng terbatas, dan harga saprodi mahal, serangan wereng terus meluas! Wereng menurunkan produksi petani di Karawang, Jabar, dari 7,32 ton GKP per ha musim lalu, kini menjadi 6,76 ton GKP per ha!" (Kompas, idem)

"Tampak, perubahan mendasar kebijakan dengan keberpihakan pada petani itu diwujudkan lewat membalik tren subsidi dari terus mengurangi dengan terus menambah, kemudian fokus pada perbaikan infrastruktur, jalan dan penggandaan fungsi irigasi dari semata penyalur air ke sawah, menjadi juga pembuang air dari sawah!" tegas Amir. "Sedang dalam strategi pengendalian harga beras, kalau sebelumnya Bulog melepas bebas spekulan menaikkan harga dulu baru 'icak-icak' operasi pasar—hingga selalu gagal menurunkan harga—diganti mencegat ke depan langkah spekulan dengan droping beras ke pasar sebelum harga dinaikkan spekulan! Tepatnya, Bulog lebih proaktif bermain di pasar!"

0 komentar: