Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kenapa Negara Tak Seadil Kakek?


SETELAH kakek wafat, wasiat untuk warisan pada tiga cucunya dibacakan. "Cucu tertua, si sulung, mendapat satu ekor sapi induk! Cucu kedua tujuh induk kambing! Cucu ketiga, si bungsu yang paling kecil, 70 induk ayam kampung! Nilai yang diterima setiap cucu kalau diuangkan sama!" ujar notaris. "Rumah, tanah pekarangan, sawah, dan harta lain jadi milik bersama, agar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran keluarga! Jelas?"

"Jelas!" jawab si sulung. "Selain adil dalam nilai, juga adil dalam bentuk warisan sesuai posisi sosial setiap cucu! Cucu tertua dapat warisan berwujud terbesar, meski sapi beranak setahun sekali, cukup untuk menopang status sosialnya! Si bungsu, meski cuma dapat ayam, setiap hari bertelur hingga hidupnya tak akan telantar!"


"Memang kakek adil, penerima pendapatan besar bergengsi, meski anak sapi lahir setahun sekali!" timpal si bungsu. "Sedang penerima nilai recehan, telur ayam, pendapatannya mengalir setiap hari!"

"Mungkin kakek belajar dari kegagalan negara mengujudkan keadilan!" sambut cucu tengah. "Para penerima bagian bernilai besar dari negara, pejabat tinggi negara seperti anggota DPR, justru menerima lebih sering—gaji per bulan Rp65 juta—sedang si kecil yang cuma terima BLT Rp100 ribu per bulan justru sudah setahun tak menerima! Sedang untuk raskin, mereka harus membayar Rp2.000 per kg, hingga banyak yang terpaksa dimodali cukong menebusnya, lalu jatah raskinnya dibagi dua! Padahal, penerima nilai besar, pejabat tinggi dan anggota DPR, selain gaji bulanan yang besar, masih bisa meraup lagi lewat berbagai dalih, seperti uang saku studi banding yang dalam perjalanan sepekan bisa puluhan juta rupiah!"

"Memang sangat aneh ketidakadilan negara itu!" tukas sulung. "Yang mendapat bagian besar bisa meraup lebih banyak dengan berbagai dalih, si kecil yang mendapat bagian kecil masih dibebani menebus raskin, BLT mereka kini tak ada kabarnya lagi! Aneh, kenapa negara tak seadil kakek?"

"Mungkin karena dalam kehidupan bernegara kita berlaku hukum rimba—survival of the fittest—yang paling kuat, paling berkuasa, paling mungkin menentukan segala sesuatu sehingga selalu bisa mendapat paling banyak!" timpal bungsu. "Jika dalam APBN 2010 biaya perjalanan (segelintir) pejabat negara ke luar negeri Rp19,5 triliun diprotes luas, yang terjadi justru unjuk the fittest—siapa terkuat—lewat menetapkan biaya perjalanan pada APBN 2011 jadi Rp20,7 triliun! Jauh dari Jamkesmas 22 juta rakyat miskin Rp4,5 triliun per tahun, biaya mengentas kemiskinan Rp7 triliun!" ***

0 komentar: