"ORANG kota sudah datang!" Pak Modin, pengurus keagamaan dusun, menyambut kehadiran Temon di musala. "Langsung mau bayar zakat fitrah?"
"Itulah salah satu alasan mudik, membayar fitrah di kampung!" jawab Temon. Seusai bayar fitrah ke amil, sambil duduk dekat Pak Modin ia menukas, "Jangan-jangan ini jadi kesempatan terakhir membayar zakat fitrah ke amil musala!"
"Memangnya ada apa?" tanya Modin.
"Saya baca di koran, pemerintah menyiapkan perubahan menyeluruh Undang-Undang (UU) tentang Zakat Nomor 38/1999 untuk meregulasi zakat! (Koran Tempo, Editorial, [6-9]). Maksudnya, pengelolaan zakat yang sekarang ini ditangani masyarakat, nantinya dikelola negara!" jelas Temon. "Dengan dikelola negara itu, wajib zakat akan diberi sanksi denda dan hukuman jika enggan atau lalai menunaikan kewajibannya!"
"Begitu? Perubahan luar biasa itu!" timpal Modin. "Kami para petugas amil zakat musala tentu amat senang menyambutnya, tak perlu repot lagi menangani zakat warga karena bakal ada pejabat negara yang mengurusnya!"
"Jadi Pak Modin setuju?" tanya Temon.
"Kalau UU-nya begitu, siapa berani melanggar?" jawab Modin. "Soal zakat diurus negara, di zaman sahabat sebagai khalifah dahulu begitu! Sedang sanksi hukumnya, mungkin sebanding dengan penegasan Abu Bakar Siddik ra., bahwa dia akan memerangi siapa yang tidak melunasi zakatnya!"
"Tapi kenapa koran itu menentang pengalihan pengelolaan zakat dari masyarakat ke negara dengan sanksi hukum itu?" timpal Temon.
"Polemik itu mungkin karena masyarakat sudah terbiasa pada pengelolaan zakat yang sekarang!" jawab Modin. "Juga kepercayaan masyarakat pada badan amil zakat (BAZ) pelat merah masih kurang, sehingga lebih banyak orang memilih untuk membayar zakat ke masjid dan musala, atau lembaga amil zakat (LAZ) swasta yang terlihat nyata penggunaan dananya bagi umat!"
"Soal kepercayaan itu yang penting!" timpal Temon. "Kalau zakat dikelola negara seperti pajak, bisa-bisa ditangani ala Gayus Tambunan pula!"
"Tak perlu suuzan!" tegas Modin. "Tapi sebaiknya Presiden dan DPR memikirkan masak-masak soal ini, agar maksud baik tak malah jadi bencana! Juga, yang selama ini sudah berjalan baik tak berubah justru menjadi buruk!"
"Paling tidak buktikan dahulu pengelolaan uang negara bersih dari korupsi, baru masukkan zakat dalam keranjang keuangan negara!" timpal Temon. "Kan lucu kalau yang tak bayar zakat dibui, padahal uang zakatnya dikorupsi!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Selasa, 07 September 2010
Polemik tentang Regulasi Zakat!
Label:
Zakat
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar