"PROGRAM hemat energi dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Selasa malam! Banyak varian programnya, di antaranya mendata nomor kendaraan bermotor secara elektronik untuk mengontrol pembelian BBM yang dilakukannya di SPBU!" ujar Umar. "Bagaimana meng-input data basis, lalu meng-input setiap pembelian di SPBU, siapa yang mengawasinya, apa pula penaltinya, tampak perlu kerja keras dan pengawasan ekstra! Apa mungkin semua itu dilaksanakan?"
"Implementasi program itu di lapangan jelas tak mudah!" timpal Amir. "Untuk demikian banyak sepeda motor, setiap sepeda motor membeli premium harus di-input datanya oleh SPBU! Artinya, setiap liter BBM dijual kepada siapa, oleh SPBU harus dipertanggungjawabkan secara tertulis! Alangkah repotnya program ini! Lantas bagaimana pula logikanya, ketika nomor kendaraan dari basis data jenisnya sepeda motor, tapi mengisi 60 liter (tiga jeriken) karena kebetulan itu sepeda motor milik pengecer premium?"
"Tak ada logika-logikaan!" tegas Umar. "Karena buat program yang begitu repot implementasinya, tak mudah meminta suatu lembaga bertanggung jawab melakukan pengawasan! Contohnya, beberapa hari lalu di Lampung Tengah ada SPBU jual premium bersubsidi Rp5.500/liter, padahal seharusnya Rp4.500/liter! Warga melaporkan hal itu kepada pihak berwajib! Namun, ditunggu cukup lama oleh warga, ternyata pihak berwajib yang dilapori itu tak kunjung datang! Dari contoh itu bisa ditebak, untuk pengawasan program hemat energi yang prosesnya demikian ruwet di SPBU, siapa peduli?"
"Lebih jauh lagi, andaikan pendataan elektronik penjualan BBM pada kendaraan demi kendaraan itu dilakukan dengan baik, mungkinkah data itu bisa digunakan mengontrol distribusi BBM hingga jika ada kendaraan dalam sehari mengisi BBM kedua kalinya di SPBU lain akan bisa ketahuan dan langsung dilarang mengisi?" timpal Amir. "Bukan meremehkan SPBU, tapi dengan contoh cara kerja SPBU di Lampung Tengah tadi, pesimistis proses data elektronik penjualan itu bisa dikelola baik! Betapa, hal itu hanya bisa terjadi kalau proses input data harian di SPBU itu berlangsung online seperti ATM bank! Mengenai kemauan SPBU mengelola data elektronik sedemikian efektif, lebih pesimistis lagi!" "Oleh karena itu, program hemat energi tersebut tampak terlalu ideal dan terlalu indah sehingga amat sulit diwujudkan di lapangan!" tukas Umar. "Tidak berarti tak mungkin diimplementasikan, masalah utama justru pada pengawasan, siapa mau peduli saat aparat lebih untung jika tak berkutik?" ***
Selanjutnya.....
"Lebih jauh lagi, andaikan pendataan elektronik penjualan BBM pada kendaraan demi kendaraan itu dilakukan dengan baik, mungkinkah data itu bisa digunakan mengontrol distribusi BBM hingga jika ada kendaraan dalam sehari mengisi BBM kedua kalinya di SPBU lain akan bisa ketahuan dan langsung dilarang mengisi?" timpal Amir. "Bukan meremehkan SPBU, tapi dengan contoh cara kerja SPBU di Lampung Tengah tadi, pesimistis proses data elektronik penjualan itu bisa dikelola baik! Betapa, hal itu hanya bisa terjadi kalau proses input data harian di SPBU itu berlangsung online seperti ATM bank! Mengenai kemauan SPBU mengelola data elektronik sedemikian efektif, lebih pesimistis lagi!" "Oleh karena itu, program hemat energi tersebut tampak terlalu ideal dan terlalu indah sehingga amat sulit diwujudkan di lapangan!" tukas Umar. "Tidak berarti tak mungkin diimplementasikan, masalah utama justru pada pengawasan, siapa mau peduli saat aparat lebih untung jika tak berkutik?" ***