"UU Perburuhan di Indonesia ironis, ibarat sepak bola, pengusaha yang diberi kekuasaan menjadi wasitnya!" ujar Umar. "Prakteknya, pengusaha yang memberi peringatan pada buruh yang melakukan kesalahan! Dari peringatan lisan, lalu tertulis sama dengan kartu kuning, dua kartu kuning jika melakukan kesalahan lagi diberi kartu merah, dikeluarkan dari lapangan alias dipecat!"
"Dengan posisi para pihak dalam UU perburuhan sedemikian rupa, jelas pihak buruh bisa dengan mudah dikalahkan oleh pengusaha alias wasit!" timpal Amir. "Sedang wasit tak pernah kalah, tak bisa dikalahkan oleh pemain! Lantas, pemerintah—dinas tenaga kerja—jadi apa?"
"Disnaker jadi komisi pertandingan!" jawab Umar. "Gol yang diputuskan wasit—pakai tangan seperti dilakukan Maradona pun—tetap disahkan komisi pertandingan! Hanya dalam aturan atau prinsipnya komisi pertandingan bisa menganulir putusan wasit, pemerintah menganulir putusan pengusaha! Dalam praktek, jarang terjadi!"
"Posisi organisasi buruh sebagai apa?" kejar Amir.
"Sebagai ofisial tim, duduk di pinggir lapangan!" jawab Umar. "Kalau ada kecurangan dilakukan wasit, ofisial menyampaikan protes pada komisi pertandingan, kadang ke wasit! Seperti organisasi buruh protes ke pengusaha atau pemerintah!"
"Dengan preposisi para pihak sedemikian, jelas prakteknya dalam kehidupan nyata akan selalu menempatkan kaum buruh sebagai pihak yang dikecundangi, dirugikan, atau dikalahkan oleh wasit maupun komisi pertandingan!" tukas Amir.
"Lebih lagi pihak pengusaha yang diberi peran dan kewenangan sebagai wasit memiliki kepentingan yang cenderung sukar dikendalikan, hingga secara terang-terangan memeras buruh dengam tidak memberi hak untuk hidup layak!" "Itu dia!" timpal Umar. "Survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan berkala oleh pemprov, pemkot, dan pemkab sering cuma dijadikan iming-iming pada kaum buruh, karena dalam rapat komisi pertandingan yang diikuti wasit dan ofisial untuk menetapkan aturan main, selalu disepakati upah minimum tak boleh melampaui KHL!" "Itu hanya terjadi di sejumlah kecil daerah yang wasit, komisi pertandingan, dan ofisial timnya melakukan konspirasi menindas kaum buruh!" tegas Amir. "Sedang di 18 provinsi negeri kita yang hubungan industrialnya telah dijalankan secara modern dan beradab, upah minimum ditetapkan melampau KHL! Jadi, tergantung kemajuan peradaban sebuah provinsi! Di provinsi yang peradabannya terbelakang, kaum buruhnya memang masih benar-benar tertindas!" ***
"Lebih lagi pihak pengusaha yang diberi peran dan kewenangan sebagai wasit memiliki kepentingan yang cenderung sukar dikendalikan, hingga secara terang-terangan memeras buruh dengam tidak memberi hak untuk hidup layak!" "Itu dia!" timpal Umar. "Survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan berkala oleh pemprov, pemkot, dan pemkab sering cuma dijadikan iming-iming pada kaum buruh, karena dalam rapat komisi pertandingan yang diikuti wasit dan ofisial untuk menetapkan aturan main, selalu disepakati upah minimum tak boleh melampaui KHL!" "Itu hanya terjadi di sejumlah kecil daerah yang wasit, komisi pertandingan, dan ofisial timnya melakukan konspirasi menindas kaum buruh!" tegas Amir. "Sedang di 18 provinsi negeri kita yang hubungan industrialnya telah dijalankan secara modern dan beradab, upah minimum ditetapkan melampau KHL! Jadi, tergantung kemajuan peradaban sebuah provinsi! Di provinsi yang peradabannya terbelakang, kaum buruhnya memang masih benar-benar tertindas!" ***
0 komentar:
Posting Komentar