"SISTEM perencanaan pembangunan yang dimulai dengan penyerapan aspirasi rakyat lewat musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes) yang dilanjutkan berjenjang ke tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, sebenarnya sangat ideal!" ujar Umar. "Tapi disayangkan, proses penyerapan aspirasi rakyat itu cuma seremonial belaka, bahkan telah menjadi sandiwara paling buruk! Jangankan sampai ke tingkat nasional, baru di kabupaten/kota aspirasi rakyat itu sudah dikencundangi kepentingan kepala daerah yang antara lain, didikte para sponsor pemenangan dirinya dalam pilkada!"
"Semakin tinggi tingkat musrenbangnya, kian jauh lebih konyol lagi!" timpal Amir. "Tersingkap dalam seminar di Jakarta, penentuan proyek pembangunan ternyata hanya hasil perebutan menangkap alokasi anggaran antarelite di parlemen! (Kompas, 11-5) Melimpahnya kasus bancakan proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) yang menyeret legislator ke KPK, jadi pertanda semaraknya di bawah permukaan!"
"Maka itu tak aneh kalau warga sebuah kampung 10 kali musrenbang mengusulkan perbaikan selokan untuk mengatasi banjir, bukan perbaikan selokan yang didapat, melainkan banjirnya yang kian menenggelamkan kampung mereka!" tukas Umar. "Bahkan tak cuma itu! Kala ada wakil rakyat reses menjaring aspirasi ke kampung mereka, usulan sama disampaikan! Tapi mungkin karena anggaran selokan itu terlalu kecil buat proyek PPID, aspirasi mereka tak masuk agenda!"
"Celakanya, pelaksanaan musrenbang semua jenjang dan reses legislator semua tingkat itu menghabiskan uang rakyat yang tidak sedikit!" timpal Amir. "Musrenbangnas, misalnya, tak mesti dilakukan di Jakarta, tapi seperti arisan selalu berganti tuan rumah! Bayangkan rombongan besar semua provinsi menghadiri musrenbangnas di Manado, betapa besar biaya transpor dan hotel serta penyelenggaraannya yang dihabiskan! Padahal, semua itu cuma seremonial sandiwara!"
"Begitulah potret nyata pembangunan di negeri kita!" tegas Umar. "Konsepnya bagus, ideal, tapi implementasinya jeblok—bahkan disimpangkan untuk kepentingan pribadi atau golongan! Seperti musrenbang yang menjadikan aspirasi rakyat sebagai hulu perencanaan pembangunan, implementasinya dibajak kepentingan elite semua tingkat! Sedang rakyat, akhirnya cuma menjadi penonton pesta pora elite hasil menelantarkan aspirasi rakyat lewat musrenbang! Begitu pun rakyat tetap sabar, pantang menyerah, tetap hadir setiap diundang musrenbang!" ***
0 komentar:
Posting Komentar