Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Musibah Sukhoi, Apa Sih Maunya Gunung Salak?

"MUSIBAH pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) di Gunung Salak, yang 45 jenazah korbannya usai diidentifikasi, menyisakan duka yang dalam bagi bangsa Indonesia!" ujar Umar. "Tanpa bermaksud mengurangi arti duka musibah itu, layak dipertanyakan apa sih maunya Gunung Salak, ia hadang pesawat supercanggih itu hingga jatuh dengan sekian banyak korban? Hikmah apa yang ingin ia sampaikan, kalau ada?" "Ada!" timpal Amir. "Jangankan Gunung Salak tak resah! Rimbawan Muda Indonesia (RMI) saja, LSM yang bekerja di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, cemas karena sumber air di kawasan itu kering, petunjuknya debit air Cisadane yang berhulu di situ, 15 tahun lalu 74 meter kubik per detik, kini tinggal 35 meter kubik per detik! (Kafil Yamin, Facebook, 20-5). Dengan laju seperti itu, Cisadane yang mengalir ke Serpong dan Tangerang bisa kering 15 tahun ke depan, atau malah lebih cepat lagi!"

"Berarti Gunung Salak minta perhatian atas apa yang tengah terjadi di sekitarnya!" tukas Umar. "Dan itu perhatian dari para politisi dan pejabat nasional, karena krisis alam di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak terjadi akibat undang-undang (UU) yang mereka buat!" tegas Amir. "Dengan UU sumber daya air yang membolehkan perusahaan asing mengeksploitasi sumber daya air, sebuah perusahaan air kemasan yang 74% sahamnya milik Prancis menyedot 3 juta galon air setiap hari dari kawasan itu, kata Agus Mulyana, peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR). Sekarang, menurut Nani Septiani dari RMI, tak kurang dari 200 perusahaan—banyak yang tanpa izin—rame-rame mengisap air dari bumi Halimun-Salak! Lebih celaka, pencarian mata air baru makin ramai dan menjadi rebutan untuk diperjualbelikan lewat para makelar!" 

"Kalau sudah jadi rebutan, disedot jutaan galon per hari oleh masing-masing 200-an perusahaan air minum kemasan dari yang bermerek kelas dunia sampai depot isi ulang di seantero Jakarta, jelas krisis lingkungan di kawasan Halimun-Salak akan lebih pesat terpacu jika tak ada penanganan yang segera!" tukas Umar. "Mungkin itu yang membuat Gunung Salak minta perhatian lebih cepat, utamanya terkait dengan perusahaan asal Eropa—malangnya Sukhoi lewat Gunung Salak!" "Laju krisis lingkungan Halimun-Salak dan Gede-Pangrango akan lebih cepat akibat pacuan target penjualan semua produsen air kemasan, seiring gaya hidup masyarakat yang sehari-hari minum air galon dari dispenser!" timpal Amir. "Kalau peringatan Gunung Salak itu tak cukup, bencana seperti apa lagi yang bisa menyadarkan kita?" ***

0 komentar: