"WAJAH seorang aktor seketika cemberut saat pembawa acara memperkenalkan dia sebagai aktor berwatak!" ujar Umar. "Soalnya di dunia cuma ada dua jenis aktor, yakni aktor berwatak dan aktor tampan! Dengan menyebut dirinya aktor berwatak, berarti pembawa acara yang cantik itu menilai dirinya tidak tampan!"
"Kayaknya ada perbedaan persepsi antara aktor itu dan sang pembawa acara!" timpal Amir.
"Si aktor yang sejak semula terpilih dalam setiap audisi sinetron karena wajahnya yang tampan, seperti aktrisnya juga dipilih hanya yang cantik-cantik, ketika ketampanan dirinya tak ditonjolkan dia tersinggung! Baginya, watak dalam arti kemampuan berakting itu cuma sampingan karena produsen sinetron lebih memilih menjual ketampanan dan kecantikan para pemain ketimbang kewatakan berakting memerankan suatu karakter!"
"Maksudmu pembawa acara justru sebaliknya, kualitas watak alias karakter yang harus lebih diutamakan agar bisa menyajikan akting berbobot guna menghasilkan sinetron yang berkualitas?" tukas Amir. "Pikiran begitu jelas merupakan cara berpikir masyarakat umum, yang lebih mendambakan sinetron berkualitas didukung aktor-aktris berwatak! Tapi di dunia produsen sinetron kan beda, yakni seperti mindset yang diekspresikan sang aktor tadi!"
"Namun, mereka sama sekali tak salah, karena sudah cukup lama dunia pendidikan kita telah menempatkan karakter cuma sebagai faktor sampingan!" tegas Amir. "Bahkan pada 2004, kurikulum yang dipakai hanya berbasis kompetensi—semata untuk kecerdasan dan keterampilan! Padahal demi kesempurnaan produk pendidikan, justru kompetensinya itu harus berbasis karakter—seperti Jepang!
Dengan itu, setiap keahlian dan keterampilan diamalkan dengan penjiwaan sebagai bagian dari sistem yang unggul di dunia!"
"Jadi kompetensi yang terpadu dan sekaligus berbasis karakter!" timpal Umar. "Seorang dokter bukan hanya kompeten pada bidang profesinya, melainkan juga menjiwai pekerjaannya untuk menjunjung kemanusiaan!
Para birokrat kompeten menangani kerja administratifnya untuk melayani publik! Demikian juga politisi, mengabdi untuk memajukan negara dan bangsanya, bukan hanya untuk kenikmatan pribadinya semata! Itu cuma bisa dihasilkan pendidikan kompetensi berbasis karakter!" ***
0 komentar:
Posting Komentar