Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Solusi Wali Kota buat PKL!

"PKL—pedagang kaki lima—Pasar Tugu, Tanjungkarang Timur, unjuk rasa ke kantor Wali Kota Bandar Lampung menolak ditempatkan di lantai II Pasar Tugu yang sedang dibangun!" ujar Umar. "Kedatangan mereka disambut baik Wali Kota Herman H.N. dengan dialog. 

Hasilnya, Wali Kota memahami alasan penolakan PKL dan memberi solusi, PKL ditempatkan di lantai dasar atau basemen gedung baru Pasar Tugu, meskipun untuk itu Pemkot harus menggali sedalam 1,5 meter lagi dasar gedungnya!" "Alasan PKL menolak ditempatkan di lantai II rasional!" timpal Amir. "Dagangan mereka ikan, daging, dan sayuran harus tambah ongkos angkat ke lantai II! Mengangkatnya juga tak mudah, seperti ikan dalam tong kayu yang besar, lagi pula di lantai II tak ada air!"

"Tapi semua itu tak mudah dipahami andaikan Wali Kota Herman H.N. tak menerima dan dialog langsung dengan PKL yang unjuk rasa!" tegas Umar. "Jadi, jauh lebih penting dari semua itu adalah sikap bijaksana Herman H.N. menerima dan berdialog langsung dengan pengunjuk rasa, hingga bisa membuat solusi yang tepat dan sesuai kebutuhan PKL! 

Sikap bijaksana Herman H.N. ini layak diapresiasi dan dijadikan teladan bagi kepala daerah atau pemimpin lembaga pemerintah lainnya saat menghadapi unjuk rasa rakyat!" "Kebanyakan kepala daerah dan pemimpin lembaga pemerintah menolak untuk berjumpa pengunjuk rasa, apalagi dialog! Ada yang bahkan sengaja membenturkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan pengunjuk rasa sampai berdarah-darah!" tukas Amir. 

"Karena itu, gaya Herman H.N. menerima, berdialog, dan memberi solusi sesuai dengan kebutuhan rakyat pengunjuk rasa bisa dijadikan model ideal kepala daerah!" "Tapi di lain pihak, adanya penolakan kepala daerah dan pimpinan lembaga untuk jumpa dan berdialog dengan pengunjuk rasa itu tak bisa sepenuhnya disalahkan, karena tak asing juga adanya unjuk rasa maju tak gentar membela yang bayar—cuma pion political game segelintir elite!" tegas Umar. 

"Untuk itu, kepala daerah dan pimpinan lembaga harus jeli dalam menilai mana yang asli memperjuangkan nasib dan mana yang demo bayaran! Celakanya, tak sedikit kepala daerah yang menyamaratakan perlakuan pada unjuk rasa perjuangan nasib dengan demo bayaran, digilas habis, justru untuk menutupi kelemahan dirinya!" ***

0 komentar: