“KPK—Komisi Pemberantasan Korupsi—akhirnya melakukan perlawanan atas pelemahan dirinya dengan menahan Irjen Pol. Djoko Susilo dan menetapkan Menpora Andi Mallarangeng jadi tersangka!” ujar Umar.
“Pelemahan itu oleh koran Tempo (6-12) digambarkan Ketua KPK Abraham Samad telentang dikerubuti tikus dengan sekujur tubuhnya terikat tali, dengan judul Istana-Polisi Sandera KPK! Kompas hari yang sama juga menebar kecemasan dengan judul berita, KPK Terancam Lumpuh!”
“Pelemahan terhadap KPK berupa gelombang penarikan penyidik dari Polri, bulan terakhir ini 13 orang lagi, hingga total penyidik ditarik 41 dari 100-an penyidik KPK—dibanding KPK Hong Kong punya 3.000 penyidik! (Kompas, 6-12),” timpal Amir.
“Proses pelemahan KPK itu tak bisa dihentikan karena Istana tak kunjung mengeluarkan revisi peraturan pemerintah tentang rekrutmen personalia KPK, meski telah dijanjikan dalam pidato Presiden SBY di televisi saat menengahi konflik KPK-Polri yang rebutan menyidik kasus simulator mengemudi! Itu yang mungkin digambarkan koran Tempo lewat judul Istana-Polisi Sandera KPK!”
“Sebagai perlawanan terhadap pelemahan itu, penahanan Djoko Susilo dan penetapan status tersangka Andi Mallarangeng jadi terkesan seperti dipaksakan—meski secara hukum tentu memenuhi syarat!” tukas Umar.
“Karena bisa ditebak, yang ingin ditunjukkan KPK kepada Istana maupun polisi, KPK bisa bekerja dengan cara kualitatif menuntaskan kasus-kasus yang ingin mereka hambat dengan pelemahan itu! Artinya, setelah kasus simulator mengemudi (terkait petinggi Polri) dan Hambalang (terkait elite partai berkuasa yang berkubu di Istana), bukan mustahil KPK juga segera menetapkan tersangka kasus Century!”
“Dengan jumlah penyidik yang sangat terbatas, KPK memang harus bekerja kualitatif, hanya menangani kasus-kasus besar yang beraspek kepentingan luas!” timpal Amir. “KPK tak cukup tenaga lagi untuk mengejar kasus korupsi di daerah, semisal menyadap telepon Bupati Buol atau hakim Tipikor Semarang, yang mereka tangkap tangan proses suapnya!
Tepatnya, korupsi di daerah bisa kian merajalela!”
“Itulah harga yang harus dibayar rakyat akibat janji pemimpin merevisi peraturan pemerintah tak kunjung dipenuhi!” tegas Umar. “Kalau janji saja tak dipenuhi, jelas sukar memberantas korupsi yang jauh lebih rumit lagi!” ***
0 komentar:
Posting Komentar