Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ekonomi Tiongkok Tumbuh 6,9 Persen!

DI tengah pelambatan global, produk domestik bruto (PDB) ekonomi Tiongkok pada kuartal III atau periode Juli—September 2015 tumbuh 6,9%. Turun tipis dari kuartal sebelumnya, 7%. Untuk memacu pertumbuhan agar bertahan di level itu, Pemerintah Tiongkok telah lima kali memangkas suku bunga sejak November 2014. 

Dengan itu, menurut data yang dirilis Senin (19/10), tingkat belanja konsumen meningkat. Penjualan eceran naik dari 10,5% di Juli menjadi 10,9% pada September. Belanja lewat internet juga naik 36% dalam kuartal itu dibanding periode sama tahun lalu. (Kompas.com, 20/10)

Melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dalam lima tahun ini, sebelumnya tumbuh double digit, sebenarnya disebabkan faktor dalam negeri. Sebab, pemerintah sedang berusaha menjadikan ekonominya berbasis konsumsi domestik dan layanan industri ketimbang bergantung pada ekspor dan investasi. 

 "Semua perkembangan baru ini mengisyaratkan reformasi ekonomi Tiongkok berjalan lancar," kata Sheng Laiyun, juru bicara Badan Statistik Pemerintah. "Kondisi ekonomi Tiongkok secara keseluruhan masih kokoh." Sekokoh apa? Per September 2015, meski melorot 43,3 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya, cadangan devisa Tiongkok masih tercatat sebesar 3,514 triliun dolar AS. Bank Sentral Tiongkok, People Bank of China (PBoC), menyatakan periode Juli—September 2015 cadangan devisa berkurang 180 miliar dolar. Itu efek dari intervensi Bank Sentral menjaga kurs yuan pascadevaluasi mata uangnya. 

 Cadangan devisa Indonesia, sebagai perbandingan, per akhir September juga mengalami penurunan 3,6 miliar dolar AS, dari 105,3 miliar dolar AS bulan sebelumnya, menjadi 101,7 miliar dolar AS. Penurunan cadangan devisa itu juga terjadi karena BI melakukan intervensi untuk menjaga kurs rupiah. (Kompas.com, 9/10) Reformasi ekonomi Tiongkok lancar berkat dukungan cadangan devisa lebih dari 3,5 triliun dolar AS. 

Contoh itu sulit dibandingkan dengan reformasi ekonomi Indonesia era Jokowi-JK, dengan deregulasi mengalihkan dari kebergantungan pada ekspor bahan mentah ke industri pengolahan berbasis sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur. 

Soalnya, selain cadàngan devisa Indonesia kecil sekali dibanding Tiongkok, ekonomi Indonesia masih dicekam neraca pembayaran defisit, bahkan ekspansi pembangunan di APBN juga dengan anggaran defisit. Hal itu coba diatasi dengan meminjam lagi dari Bank Pembangunan Asia (ADB) maupun Bank Dunia. Itulah cadangan yang lumrah bagi ekonomi multidefisit. ***

0 komentar: