Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Menanti Kebijakan yang Nendang!

PEMERINTAH telah menunjukkan sikap tanggap untuk menahan laju kemerosotan berkepanjangan kurs rupiah dan IHSG dengan mengeluarkan dua paket kebijakan: September 1 dan September 2. Namun, kedua paket kebijakan tampak kurang “nendang”.

September 2, misalnya, hanya mampu satu hari menaikkan sedikit kurs rupiah dan IHSG. Hari berikutnya kembali ke jalur penurunan. Rupiah pada perdagangan Jumat (2/10) pagi dibuka melemah di posisi Rp14.716 per dolar AS, dibanding penutupan hari sebelumnya pada Rp14.667 per dolar. Sedang IHSG pada pembukaan hari itu terpangkas 12,049 poin (0,28%) ke level 4.242,827. (detik-finance, 2/10).

Terkait itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah pekan ini akan meneruskan jurusnya ke paket jilid 3 yang lebih nendang. Maksudnya, kebijakan yang langsung memberi efek dalam jangka pendek. Langkah itu dimulai dengan menghadirkan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto dan Dirut PLN Syofyan Basir pada rapat kabinet terbatas, Kamis (1/10).

Dalam rapat itu, kata Anung, Presiden Jokowi meminta agar dalam paket 3 ada pengumuman penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan tarif listrik industri. Bersama Pertamina dan PLN, Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan ditugasi menghitung ulang harga BBM dan tarif listrik.

Tekanan untuk menurunkan harga BBM cukup kuat dari kalangan pakar, sejalan dengan harga minyak dan gas (migas) dunia yang turun terus, terakhir pada kisaran 40-an dolar AS per barel.

Dengan pelemahan ekonomi global terdampak pelemahan ekomomi Tiongkok yang menyeret turunnya harga komoditas, bahkan perusahaan investasi kelas dunia Goldman Sach memprediksi harga minyak bumi akan turun sampai 20 dolar per barel.

Namun, Corporate Secretary Pertamina Wisnuntoro, dalam diskusi (Kompas.com, 2/10), menyatakan sampai hari ini Pertamina masih rugi Rp15,2 triliun. Merosotnya kurs rupiah mengakibatkan harga keekonomian BBM Ron 88 menjadi Rp7.700 hingga Rp7.800 per liter, bukan Rp7.400 seperti dijual Pertamina saat ini.

Jadi, harga jualnya sekarang tidak lebih tinggi dari harga pasar internasional seperti hitungan pakar. Sebelumnya itu diakui dan disebutkan, kelebihan harga jual Pertamina dari pasar internasional untuk menutupi utang Pertamina.

Mungkin beban utang dan bunga itu yang membuat harga keekonomiannya jadi ruwet. Berarti untuk menurunkan harga BBM, utang itu harus dirasionalisasikan sebagai lazimnya beban perusahaan, bukan beban yang dipikul rakyat lewat harga BBM. ***

0 komentar: