Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ekspor RI ke Tiongkok Turun 21,17%!

EKSPOR RI ke Tiongkok Januari—September 2015 turun 21,17% dibanding periode sama 2014. Itu sejalan dengan turunnya impor Tiongkok 17,7% September 2015, yang saat diumumkan Selasa (13/10) langsung mengimbas rupiah yang sedang naik daun terkoreksi 1,72% jadi Rp13.638 per dolar AS.

Bahkan, berita merosotnya impor Tiongkok pada hari itu memerosotkan IHSG hingga 3,18% atau 147,6 poin di posisi 4.483,07. (Kompas.com, 13/10) Demikianlah eratnya kaitan ekonomi RI dengan Tiongkok sehingga ketika di sana bersin, di sini demam panas-dingin. Gambaran relevansinya, impor Tiongkok turun 17,7%, ekspor RI ke negara tersebut persentase turunnya lebih tinggi, 21,17%.

Bayangkan, rupiah yang sedang menguat setelah kepastian The Fed tak menaikkan suku bunga acuan sampai akhir tahun, bisa tiba-tiba saja rontok kembali terimbas berita negatif dari Tiongkok.

Secara keseluruhan ekspor RI periode tersebut turun 13,29% dibanding periode sama tahun lalu. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, ekspor ke AS juga turun 2,5%, sedang ekspor ke Jepang turun 7,86%, ke negara-negara ASEAN turun 4,43%, dan ke Uni Eropa turun 11,5%. (Kompas.com, 15/10)

Meski ekspornya serbamerosot, dengan impor yang anjlok jauh lebih dalam, neraca perdagangan Januari—September 2015 mencapai surplus 7,13 miliar dolar AS, surplus tertinggi sepanjang empat tahun terakhir. Khusus September, surplus 1,02 miliar dolar AS, dari kinerja ekspor 12,53 miliar dolar AS, sedangkan impornya 11,51 miliar dolar AS.

Merosotnya kinerja ekspor dan impor hingga lebih 10% itu jelas berpengaruh pada turunnya produktivitas nasional. Khusus turunnya nilai ekspor, bisa mengancam ke arah pengurangan tenaga kerja pada produsennya. Seperti di pertekstilan, lima pabrik mènutup usahanya, tanpa bisa ditahan lagi oleh pemerintah, hingga belasan ribu buruh terancam PHK.

Sedang penurunan impor, secara langsung menciutkan sektor konsumsi, yang menjadi andalan produk domestik bruto (PDB) negeri kita. Lebih-lebih kalau yang turun itu impor barang modal, kegiatan perakitan dan nilai tambahnya juga melorot sehingga secara umum pendapatan masyarakat juga ikut terpangkas.

Sikap antiimpor yang berlebihan pada pemerintah juga kurang baik karena setiap impor merupakan lapangan kegiatan dan sumber pendapatan dalam masyarakat. Bahkan transportasinya saja pun relevan sebagai wujud gerak roda ekomomi nasional.

Dalam perekonomian modern, ekspor-impor menjadi kunci maju-mundurnya sebuah negara. ***

0 komentar: