LIMA perusahaan tekstil melapor ke posko atau desk khusus industri
tekstil dan sepatu yang diinisiasi Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) memastikan menutup pabriknya. Mereka menolak tawaran bantuan
pemerintah untuk menyelamatkan usahanya.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudradjat, para pemilik pabrik sudah kehilangan minat sama sekali untuk melanjutkan usaha tekstil meski posko industri tekstil dan sepatu telah menawarkan berbagai bantuan. "Kami sudah tawarkan kredit, modal kerja, tapi pengusahanya enggak mau," ujar Ade (detik-Finance, 11/10).
Dalam pertemuan pengurus API dengan Presiden Jokowi baru-baru ini, Ade Sudradjat melaporkan pangsa pasar tekstil di dalam negeri menurun drastis sejak masuknya produk impor secara ilegal. Pada 2010, pangsa pasar lokal mencapai 60%, anjlok ke 30,9% pada 2015. Dalam lima tahun kita sudah tertekan akibat masuknya barang ilegal ke dalam negeri," kata Ade (Kompas.com, 7/10).
Secara umum, masalah yang dihadapi industri tekstil dan produk turunannya, menurut Ketua BKPM Franky Sibarani (Kompas.com, 10/10), mulai perpajakan, kesulitan keuangan, hingga mahalnya biaya produksi akibat tarif dasar listrik yang tinggi.
Terbukti, diskon 30% tarif listrik mulai pukul 24.00 sampai 08.00 dalam kebijakan ekonomi jilid III tak mengurungkan mereka menutup pabrik. Jangankan itu, suntikan modal kerja saja tak akan bisa menyelamatkan perusahaan mereka di tengah iklim usaha yang tidak kondusif.
Iklim usaha tak kondusif, pasar dikuasai produk impor ilegal, tarif pajak dan listrik berat, dan berbagai hal lain menyulitkan menjadikan usaha seperti ikan dalam kolam yang terkontaminasi limbah beracun. Suntikan oksigen (modal kerja) saja tak akan mampu menyelamatkan perusahaan mereka. Maka itu, mereka tolak uluran bantuan pemerintah.
Mesin-mesin mereka sudah tua sebagai alasan mereka tak mampu bersaing. Kalau iklim usaha kondusif, tentu mereka akan bisa bertahan, tak terpaksa mem-PHK ribuan buruhnya.
Ade Sudradjat benar, pelemahan ekonomi hanya pemicu. Banyak masalah sebenarnya dalam iklim usaha yang tak kondusif menjadi penyebab sebenarnya penutupan banyak pabrik.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, berdasar data BPJS Ketenagakerjaan yang diterima Apindo (okezone, 7/10), jumlah pekerja yang telah mencairkan jaminan hari tua (JHT) mencapai 200 ribu orang. Itu cerminan iklim usaha di Indonesia saat ini seperti kolam terkontaminasi. ***
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudradjat, para pemilik pabrik sudah kehilangan minat sama sekali untuk melanjutkan usaha tekstil meski posko industri tekstil dan sepatu telah menawarkan berbagai bantuan. "Kami sudah tawarkan kredit, modal kerja, tapi pengusahanya enggak mau," ujar Ade (detik-Finance, 11/10).
Dalam pertemuan pengurus API dengan Presiden Jokowi baru-baru ini, Ade Sudradjat melaporkan pangsa pasar tekstil di dalam negeri menurun drastis sejak masuknya produk impor secara ilegal. Pada 2010, pangsa pasar lokal mencapai 60%, anjlok ke 30,9% pada 2015. Dalam lima tahun kita sudah tertekan akibat masuknya barang ilegal ke dalam negeri," kata Ade (Kompas.com, 7/10).
Secara umum, masalah yang dihadapi industri tekstil dan produk turunannya, menurut Ketua BKPM Franky Sibarani (Kompas.com, 10/10), mulai perpajakan, kesulitan keuangan, hingga mahalnya biaya produksi akibat tarif dasar listrik yang tinggi.
Terbukti, diskon 30% tarif listrik mulai pukul 24.00 sampai 08.00 dalam kebijakan ekonomi jilid III tak mengurungkan mereka menutup pabrik. Jangankan itu, suntikan modal kerja saja tak akan bisa menyelamatkan perusahaan mereka di tengah iklim usaha yang tidak kondusif.
Iklim usaha tak kondusif, pasar dikuasai produk impor ilegal, tarif pajak dan listrik berat, dan berbagai hal lain menyulitkan menjadikan usaha seperti ikan dalam kolam yang terkontaminasi limbah beracun. Suntikan oksigen (modal kerja) saja tak akan mampu menyelamatkan perusahaan mereka. Maka itu, mereka tolak uluran bantuan pemerintah.
Mesin-mesin mereka sudah tua sebagai alasan mereka tak mampu bersaing. Kalau iklim usaha kondusif, tentu mereka akan bisa bertahan, tak terpaksa mem-PHK ribuan buruhnya.
Ade Sudradjat benar, pelemahan ekonomi hanya pemicu. Banyak masalah sebenarnya dalam iklim usaha yang tak kondusif menjadi penyebab sebenarnya penutupan banyak pabrik.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, berdasar data BPJS Ketenagakerjaan yang diterima Apindo (okezone, 7/10), jumlah pekerja yang telah mencairkan jaminan hari tua (JHT) mencapai 200 ribu orang. Itu cerminan iklim usaha di Indonesia saat ini seperti kolam terkontaminasi. ***
0 komentar:
Posting Komentar