Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kelamaan Langka Sentimen Positif!

Terlalu lama sentimen positif domestik yang kuat tidak kunjung muncul dalam perekonomian negeri ini, kemerosotan kurs rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) dampak krisis global berkepanjangan tidak bisa dibendung. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Selasa (29/9) pagi, berdasar data Bloomberg, pukul 09.00, berlanjut terpuruk ke posisi Rp14.811/dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya pada 14.674. (Kompas.com, 29/9)

Sementara IHSG, pada pukul 09.05 hari yang sama terjun 81.613 poin (1,98%) ke level 4.038,349. (detik-finance, 29/9). Bandingkan dengan rekor IHSG, 7 Juli 2015, pada level 5.500, berarti IHSG telah kehilangan nilai hampir 1.500 poin atau 27% dalam waktu dua bulan 22 hari.

Sejauh ini, kurs rupiah dan IHSG terkesan dibiarkan meluncur tanpa adanya usaha membuat sentimen positif yang benar-benar efektif sebagai kebijakan untuk menghambat keberlanjutan kemerosotannya.

Di kalangan pemerintah, hanya Presiden Jokowi yang repot untuk membuat sentimen positif yang diperlukan untuk itu. Dia sendiri yang membuat paket kebijakan deregulasi lewat debirokratisasi yang komprehensif, merombak 89 peraturan dan membuat secara keseluruhannya 176 peraturan baru. Namun, setelah programnya dia canangkan, implementasi bongkar pasang peraturannya cenderung sporadis sehingga gagal menjadi sentimen positif yang andal dan efektif bagi mengatasi sentimen negatif imbas pelambatan global.

Sementara di sisi Bank Indonesia (BI), selain terlalu yakin mematok suku bunga acuan pada 7,5% sebagai obat sapu jagat buat mengatasi dan mencegah segala gejala penyakit moneter, kehadirannya di pasar uang untuk intervensi terkesan setengah hati. Buktinya, intervensi berlangsung tetapi kemerosotan kurs rupiah juga berlanjut terus.

Sepertinya, dalam melakukan intervensi pasar BI terlalu eman-eman dengan cadangan devisa yang jumlahnya memang terus merosot, dari kisaran 110 miliar dolar AS pada awal tahun kini tinggal 103 miliar dolar AS. Namun, secara praktis, semua itu tidak cukup untuk menjadi sentimen positif yang mampu mengatasi sentimen negatif dari luar.

Di lain sisi, kegaduhan dari segala penjuru di dalam negeri malah menjadi sentimen negatif internal yang efektif. Dari kegaduhan cicak lawan buaya dan lanjutannya dengan unjuk kuasa kepolisian yang berlarut, ada pula yang kepret sana kepret sini, sampai asap pembakaran hutan sekapannya tidak berhasil diatasi pemerintah, mengakibatkan sentimen positif domestik kian sulit diciptakan. ***

0 komentar: