Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Bah, Banyak Nian Haram di Medsos!

BAH! Bermain di media sosial (medsos) kini jadi seperti masuk restoran internasional, banyak hidangannya yang haram. Salah pilih menu bisa menyantap makanan haram. Artinya, salah memainkan medsos bisa berakibat perasaan maupun berdosanya sama dengan makan daging babi bagi muslim—itulah risiko ketentuan menu haram di medsos dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI, Senin (5/6/2017), di Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan Fatwa No. 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Dalam fatwa MUI tersebut terdapat tujuh hal yang diharamkan bagi umat Islam dalam bermedia sosial. (Kompas.com, 5/6/2017)
Pertama, melakukan gibah (membicarakan keburukan orang), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan. Kedua, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan (SARA).
Ketiga, menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup. Keempat, menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syari.
Kelima, menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. Keenam, memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar, hoax, gibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada masyarakat.
Ketujuh, aktivitas buzzer di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoax, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun nonekonomi.
Menyimak fatwa MUI itu dibanding realitas medsos selama ini, tampak betapa jauh medsos kebablasan. Inisiatif MUI menerbitkan fatwa ini menjadi penting buat menata kembali cara berturur dan bersikap masyarakat, khususnya umat Islam, dalam bermedsos.
Itu sesuai dengan kata Ketua MUI Ma'ruf Amin, "Masalah yang kita alami ini ada semacam dinamika yang kebablasan. Kebebasan yang berlebihan dan tidak terkendali. Ini yang menyebabkan konten medsos tidak terkendali."
"Oleh karena itu, memang harus dikendalikan, ditata, dan diarahkan kembali. Kita harus meluruskan cara berpikir, cara bertutur, dan bersikap. Fatwa ini dimaksudkan untuk itu," tambah Ma'ruf.
Jika sosialisasi nilai fatwa ini bisa membiologis, semua yang haram di medsos itu jadi seperti daging babi bagi umat Islam, melihatnya saja muntah. ***

0 komentar: